Corporate Social Responbility (CSR) adalah komitmen perseroan untuk
berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna
meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik
bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada
umumnya (Pasal 1 butir 3 UU No.40/2007 tentang PT)
Bank Syariah memang sudah seharusnya melakukan kegiatan CSR seperti
yang tercantum pada UU No.40/2007 tsb sebagai bagian dari kegiatan
bisnis utamanya yang berarti dilaksanakan sebaik-baiknya dengan tujuan
sustainability Bank Syariah, lingkungan dan komunitas di sekitarnya.
Menurut pengamatan penulis di lapangan, pelaksanaan CSR akan menjadi
strategi bisnis yang bagus bagi bank syariah untuk menjaga atau
meningkatkan daya saing melalui reputasi dan kesetiaan merk produk
(loyalitas) atau citra Bank Syariah
Jadi, jika Bank Syariah ingin tetap mempertahankan eksistensinya dalam
dunia perbankan nasional, selain mengejar keuntungan (profit) Bank
Syariah juga harus memperhatikan dan terlibat dalam pemenuhan
kesejahteraan masyarakat ekonomi lemah (miskin) khususnya di
lingkungan disekitarnya.
Strategi pelaksanaan CSR yang paling bagus bagi Bank Syariah adalah
tentu saja dengan membentuk lembaga Baitul Maal. Dengan lembaga
Baitul Maal ini Bank Syariah akan tetap fokus pada kegiatan fungsi
bisnisnya tanpa mengabaikan fungsi sosialnya. Namun yang terpenting
dalam pelaksaan kegiatan-kegiatan Baitul Maal Bank Syariah adalah
tidak terjebak kepada hanya kegiatan amal (philanthropy) saja.
Karena kegiatan CSR berbeda dengan kegiatan amal (philanthropy).
Sebuah kegiatan amal tidak memerlukan komitmen berkelanjutan dari Bank
Syariah. CSR adalah suatu komitmen bersama dari seluruh Stakeholder
Bank Syariah (pemegang saham, manajemen, karyawan, nasabah bahkan
pemerintah) untuk bersama-sama bertanggungjawab terhadap
masalah-masalah sosial.
Jika dalam melakukan kegiatan amal setelah sejumlah uang disumbangkan
atau suatu kegiatan sosial dilakukan Bank Syariah tidak lagi memiliki
tanggungjawab lagi, maka dalam melakukan CSR komitmen dan
tanggungjawab Bank Syariah dibuktikan dengan adanya keterlibatan
langsung dan kontinuitas Bank Syariah dalam setiap kegiatan CSR yang
dilakukannya.
Contohnya kegiatan CSR yang bisa dilakukan Bank Syariah yaitu Baitul
Maal Bank Syariah melakukan pemberdayaan masyarakat kecil (lemah) di
lingkungan sekitar bank syariah . Misalnya dengan menyalurkan pinjaman
tanpa margin (bagi hasil) atau bunga kepada para pedagang atau
pengusaha kecil dan juga melakukan pembinaan secara kontinuitas dengan
memberikan pelatihan kewirausahaan terhadap pedagang (pengusaha) kecil
tsb.
Seringkali penulis saat ini, masih melihat ada kegiatan-kegiatan CSR
di Bank Syariah melalui lembaga Baitul Maalnya terlihat seperti jalan
sendiri tanpa ada keterlibatan penuh dari para Stakeholder Bank
Syariah (pemegang saham, manajemen , karyawan dan nasabah). Sehingga
yang terjadi sebagian masyarakat masih ada yang menilai Bank Syariah
tidak memperdulikan kegiatan sosial dalam lingkungannya.
Semestinya kegiatan-kegiatan CSR Bank Syariah melalui lembaga Baitul
Maal itu harus ada kerjasama yang baik antara Baitul Maal dengan
seluruh Stakeholder Bank Syariah yang mana masing-masing berkontribusi
untuk memajukan CSR Bank Syariah (Baitul Maal) tsb, selain dengan
memberikan sebagian pengahasilannya juga terlibat langsung dalam
kegiatan CSR Bank Syariah tsb. Seperti dengan membantu mempromosikan
kegiatan CSR Bank Syariah kepada masyarakat luas.
Bank Syariah harus lebih baik dibandingkan dengan Bank Konvensional
dalam menjalankan program kegiatan CSR, kalau bisa Bank Syariah bisa
menjadi pionir dalam hal ini. Bank Syariah bisa mencontoh atau
melakukan studi banding dengan perusahaan – perusahaan besar seperti
Starbucks, Nestle dan Time Warner yang telah sukses menerapkan program
kegiatan CSR sejak lama.
Wallahu'alam
Ayo Kita Maju Bersama dengan Bank Syariah
Salam
islamic economic
Jumat, 15 Februari 2013
Minggu, 03 Februari 2013
Perhitungan Zakat Mal
Segala puji hanya milik Allâh Ta'ala, shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallâhu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan sahabatnya.
Harta benda beserta seluruh kenikmatan dunia diciptakan untuk kepentingan manusia, agar mereka bersyukur kepada Allâh Ta’ala dan rajin beribadah kepada-Nya. Oleh karena itu tatkala Nabi Ibrahim 'alaihissalam, meninggalkan putranya, Nabi Ismail 'alaihissalam di sekitar bangunan Ka’bah, beliau berdoa:
Ya Rabb kami,
sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku
di lembah yang tidak mempunyai tanaman di dekat rumah-Mu yang dihormati.
Ya Rabb kami,
(yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat,
maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka
dan berilah mereka rizki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.
(Qs. Ibrâhîm/14:37)
sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku
di lembah yang tidak mempunyai tanaman di dekat rumah-Mu yang dihormati.
Ya Rabb kami,
(yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat,
maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka
dan berilah mereka rizki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.
(Qs. Ibrâhîm/14:37)
Inilah hikmah diturunkannya rizki kepada umat manusia, sehingga bila mereka tidak bersyukur, maka seluruh harta tersebut akan berubah menjadi petaka dan siksa baginya.
…Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak
dan tidak menafkahkannya pada jalan Allâh,
maka beritahukanlah kepada mereka
(bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.
Pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka Jahannam,
lalu dahi, lambung dan punggung mereka dibakar dengannya,
(lalu dikatakan) kepada mereka:
“Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri,
maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”.
(Qs. at-Taubah/9:34-35)
dan tidak menafkahkannya pada jalan Allâh,
maka beritahukanlah kepada mereka
(bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.
Pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka Jahannam,
lalu dahi, lambung dan punggung mereka dibakar dengannya,
(lalu dikatakan) kepada mereka:
“Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri,
maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”.
(Qs. at-Taubah/9:34-35)
Ibnu Katsir rahimahullâh berkata:
“Dinyatakan bahwa setiap orang yang mencintai sesuatu dan lebih mendahulukannya dibanding ketaatan kepada Allâh, niscaya ia akan disiksa dengannya. Dan dikarenakan orang-orang yang disebut pada ayat ini lebih suka untuk menimbun harta kekayaannya daripada mentaati keridhaan Allâh, maka mereka akan disiksa dengan harta kekayaannya. Sebagaimana halnya Abu Lahab, dengan dibantu oleh istrinya, ia tak henti-hentinya memusuhi Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam, maka kelak pada hari kiamat, istrinya akan berbalik ikut serta menyiksa dirinya. Di leher istri Abu Lahab akan terikatkan tali dari sabut, dengannya ia mengumpulkan kayu-kayu bakar di neraka, lalu ia menimpakannya kepada Abu Lahab. Dengan cara ini, siksa Abu Lahab semakin terasa pedih, karena dilakukan oleh orang yang semasa hidupnya di dunia paling ia cintai. Demikianlah halnya para penimbun harta kekayaan. Harta kekayaan yang sangat ia cintai, kelak pada hari kiamat menjadi hal yang paling menyedihkannya. Di neraka Jahannam, harta kekayaannya itu akan dipanaskan, lalu digunakan untuk membakar dahi, perut, dan punggung mereka”.[1]
Ibnu Hajar al-Asqalâni rahimahullâh berkata:
“Dan hikmah dikembalikannya seluruh harta yang pernah ia miliki, padahal hak Allâh (zakat) yang wajib dikeluarkan hanyalah sebagiannya saja, ialah karena zakat yang harus dikeluarkan menyatu dengan seluruh harta dan tidak dapat dibedakan. Dan karena harta yang tidak dikeluarkan zakatnya adalah harta yang tidak suci”.[2]
Singkat kata, zakat adalah persyaratan dari Allâh Ta’ala kepada orang-orang yang menerima karunia berupa harta kekayaan agar harta kekayaan tersebut menjadi halal baginya.
NISHAB ZAKAT EMAS DAN PERAK
Emas dan perak adalah harta kekayaan utama umat manusia. Dengannya, harta benda lainnya dinilai. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya akan membahas nishab keduanya dan harta yang semakna dengannya, yaitu uang kertas.
Dari Sahabat ‘Ali radhiyallâhu'anhu,
ia meriwayatkan dari Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam,
Beliau bersabda:
“Bila engkau memiliki dua ratus dirham
dan telah berlalu satu tahun (sejak memilikinya),
maka padanya engkau dikenai zakat sebesar lima dirham.
Dan engkau tidak berkewajiban membayar zakat sedikitpun –maksudnya zakat emas–
hingga engkau memiliki dua puluh dinar.
Bila engkau telah memiliki dua puluh dinar
dan telah berlalu satu tahun (sejak memilikinya),
maka padanya engkau dikenai zakat setengah dinar.
Dan setiap kelebihan dari (nishab) itu, maka zakatnya disesuaikan dengan hitungan itu”.
(Riwayat Abu Dawud, al-Baihaqi, dan dishahîhkan oleh Syaikh al-Albâni)
ia meriwayatkan dari Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam,
Beliau bersabda:
“Bila engkau memiliki dua ratus dirham
dan telah berlalu satu tahun (sejak memilikinya),
maka padanya engkau dikenai zakat sebesar lima dirham.
Dan engkau tidak berkewajiban membayar zakat sedikitpun –maksudnya zakat emas–
hingga engkau memiliki dua puluh dinar.
Bila engkau telah memiliki dua puluh dinar
dan telah berlalu satu tahun (sejak memilikinya),
maka padanya engkau dikenai zakat setengah dinar.
Dan setiap kelebihan dari (nishab) itu, maka zakatnya disesuaikan dengan hitungan itu”.
(Riwayat Abu Dawud, al-Baihaqi, dan dishahîhkan oleh Syaikh al-Albâni)
Dari Sahabat Abu Sa’id al-Khudri radhiyallâhu'anhu, ia menuturkan:
Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
“Tidaklah ada kewajiban zakat pada uang perak yang kurang dari lima Uqiyah “.
(Muttafaqun ‘alaih)
Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
“Tidaklah ada kewajiban zakat pada uang perak yang kurang dari lima Uqiyah “.
(Muttafaqun ‘alaih)
Dalam hadits riwayat Abu Bakar radhiyallâhu'anhu dinyatakan:
Dan pada perak, diwajibkan zakat sebesar seperdua puluh (2,5 %).
(Riwayat al-Bukhâri)
(Riwayat al-Bukhâri)
Hadits-hadits di atas adalah sebagian dalil tentang penentuan nishab zakat emas dan perak, dan darinya, kita dapat menyimpulkan beberapa hal:
1. |
Nishab adalah batas minimal dari harta zakat. Bila seseorang telah memiliki harta sebesar itu, maka ia wajib untuk mengeluarkan zakat. Dengan demikian, batasan nishab hanya diperlukan oleh orang yang hartanya sedikit, untuk mengetahui apakah dirinya telah berkewajiban membayar zakat atau belum. Adapun orang yang memiliki emas dan perak dalam jumlah besar, maka ia tidak lagi perlu untuk mengetahui batasan nishab, karena sudah dapat dipastikan bahwa ia telah berkewajiban membayar zakat. Oleh karena itu, pada hadits riwayat Ali radhiyallâhu'anhu di atas, Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam menyatakan: “Dan setiap kelebihan dari (nishab) itu, maka zakatnya disesuaikan dengan hitungan itu”.
|
2. |
Nishab emas, adalah 20 (dua puluh) dinar, atau seberat 91 3/7 gram emas.[3]
|
3. |
Nishab perak, yaitu sebanyak 5 (lima) ‘uqiyah, atau seberat 595 gram.[4]
|
4. |
Kadar zakat yang harus dikeluarkan dari emas dan perak bila telah mencapai nishab adalah atau 2,5%.
|
5. |
Perlu diingat, bahwa yang dijadikan batasan nishab emas dan perak tersebut, ialah emas dan perak murni (24 karat).[5]
Dengan demikian, bila seseorang memiliki emas yang tidak murni, misalnya emas 18 karat, maka nishabnya harus disesuaikan dengan nishab emas yang murni (24 karat), yaitu dengan cara membandingkan harga jualnya, atau dengan bertanya kepada toko emas, atau ahli emas, tentang kadar emas yang ia miliki. Bila kadar emas yang ia miliki telah mencapai nishab, maka ia wajib membayar zakatnya, dan bila belum, maka ia belum berkewajiban untuk membayar zakat. |
Orang yang hendak membayar zakat emas atau perak yang ia miliki, dibolehkan untuk memilih satu dari dua cara berikut.
Cara pertama, membeli emas atau perak sebesar zakat yang harus ia bayarkan, lalu memberikannya langsung kepada yang berhak menerimanya.
Cara kedua, ia membayarnya dengan uang kertas yang berlaku di negerinya sejumlah harga zakat (emas atau perak) yang harus ia bayarkan pada saat itu.
Sebagai contoh, bila seseorang memiliki emas seberat 100 gram dan telah berlalu satu haul, maka ia boleh mengeluarkan zakatnya dalam bentuk perhiasan emas seberat 2,5 gram. Sebagaimana ia juga dibenarkan untuk mengeluarkan uang seharga emas 2,5 gram tersebut. Bila harga emas di pasaran Rp. 200.000, maka, ia berkewajiban untuk membayarkan uang sejumlah Rp. 500.000,- kepada yang berhak menerima zakat.
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-’Utsaimin rahimahullâh berkata:
“Aku berpendapat, bahwa tidak mengapa bagi seseorang membayarkan zakat emas dan perak dalam bentuk uang seharga zakatnya. Ia tidak harus mengeluarkannya dalam bentuk emas. Yang demikian itu, lebih bermanfaat bagi para penerima zakat. Biasanya, orang fakir, bila engkau beri pilihan antara menerima dalam bentuk kalung emas atau menerimanya dalam bentuk uang, mereka lebih memilih uang, karena itu lebih berguna baginya.”[6]
Catatan Penting Pertama.
Perlu diingat, bahwa harga emas dan perak di pasaran setiap saat mengalami perubahan, sehingga bisa saja ketika membeli, tiap 1 gram seharga Rp 100.000,- dan ketika berlalu satu tahun, harga emas telah berubah menjadi Rp. 200.000,- Atau sebaliknya, pada saat beli, 1 gram emas harganya sebesar Rp. 200.000,- sedangkan ketika jatuh tempo bayar zakat, harganya turun menjadi Rp. 100.000,-
Pada kejadian semacam ini, yang menjadi pedoman dalam pembayaran zakat adalah harga pada saat membayar zakat, bukan harga pada saat membeli.[7]
NISHAB ZAKAT UANG KERTAS
Pada zaman dahulu, umat manusia menggunakan berbagai cara untuk bertransaksi dan bertukar barang, agar dapat memenuhi kebutuhannya. Pada awalnya, kebanyakan menggunakan cara barter, yaitu tukar-menukar barang. Akan tetapi, tatkala manusia menyadari bahwa cara ini kurang praktis - terlebih bila membutuhkan dalam jumlah besar maka manusia berupaya mencari alternatif lain. Hingga akhirnya, manusia mendapatkan bahwa emas dan perak sebagai barang berharga yang dapat dijadikan sebagai alat transaksi antar manusia, dan sebagai alat untuk mengukur nilai suatu barang.
Dalam perjalanannya, manusia kembali merasakan adanya berbagai kendala dengan uang emas dan perak, sehingga kembali berpikir untuk mencari barang lain yang dapat menggantikan peranan uang emas dan perak itu. Hingga pada akhirnya ditemukanlah uang kertas. Dari sini, mulailah uang kertas tersebut digunakan sebagai alat transaksi dan pengukur nilai barang, menggantikan uang dinar dan dirham.
Berdasarkan hal ini, maka para ulama menyatakan bahwa uang kertas yang diberlakukan oleh suatu negara memiliki peranan dan hukum, seperti halnya yang dimiliki uang dinar dan dirham. Dengan demikian, berlakulah padanya hukum-hukum riba dan zakat.[8]
Bila demikian halnya, maka bila seseorang memiliki uang kertas yang mencapai harga nishab emas atau perak, ia wajib mengeluarkan zakatnya, yaitu 2,5% dari total uang yang ia miliki. Dan untuk lebih jelasnya, maka saya akan mencoba mejelaskan hal ini dengan contoh berikut.
Misalnya satu gram emas 24 karat di pasaran dijual seharga Rp.200.000,- sedangkan 1 gram perak murni dijual seharga Rp. 25.000,- Dengan demikian, nishab zakat emas adalah 91 3/7 x Rp. 200.000 = Rp. 18.285.715,- sedangkan nishab perak adalah 595 x Rp 25.000 = Rp. 14.875.000,-.
Apabila pak Ahmad (misalnya), pada tanggal 1 Jumadits-Tsani 1428 H memiliki uang sebesar Rp. 50.000.000,- lalu uang tersebut ia tabung dan selama satu tahun (sekarang tahun 1429H) uang tersebut tidak pernah berkurang dari batas minimal nishab di atas, maka pada saat ini pak Ahmad telah berkewajiban membayar zakat malnya. Total zakat mal yang harus ia bayarkan ialah:
Rp. 50.000.000 x 2,5 % = Rp 1.250.000,-
(atau Rp. 50.000.000 dibagi 40)
(atau Rp. 50.000.000 dibagi 40)
Pada kasus pak Ahmad di atas, batasan nishab emas ataupun perak, sama sekali tidak diperhatikan, karena uang beliau jelas-jelas melebihi nishab keduanya. Akan tetapi, bila uang pak Ahmad berjumlah Rp. 16.000.000,- maka pada saat inilah kita mempertimbangkan batas nishab emas dan perak. Pada kasus kedua ini, uang pak Ahmad telah mencapai nishab perak, yaitu Rp. 14.875.000,- akan tetapi belum mancapai nishab emas yaitu Rp 18.285.715.
Pada kasus semacam ini, para ulama menyatakan bahwa pak Ahmad wajib menggunakan nishab perak, dan tidak boleh menggunakan nishab emas. Dengan demikian, pak Ahmad berkewajiban membayar zakat mal sebesar :
Rp. 16.000.000 x 2,5 % = Rp. 400.000,-
(atau Rp. 16.000.000,- dibagi 40)
(atau Rp. 16.000.000,- dibagi 40)
Komisi Tetap Untuk Fatwa Kerajaan Saudi Arabia dibawah kepemimpinan Syaikh ‘Abdul-’Aziz bin Bâz rahimahullâh pada keputusannya no. 1881 menyatakan:
“Bila uang kertas yang dimiliki seseorang telah mencapai batas nishab salah satu dari keduanya (emas atau perak), dan belum mencapai batas nishab yang lainnya, maka penghitungan zakatnya wajib didasarkan kepada nishab yang telah dicapai tersebut”.[9]
Catatan Penting Kedua.
Dari pemaparan singkat tentang nishab zakat uang di atas, maka dapat disimpulkan bahwa nishab dan berbagai ketentuan tentang zakat uang adalah mengikuti nishab dan ketentuan salah satu dari emas atau perak. Oleh karena itu, para ulama menyatakan bahwa nishab emas atau nishab perak dapat disempurnakan dengan uang atau sebaliknya.[10]
Berdasarkan pemaparan di atas, bila seseorang memiliki emas seberat 50 gram seharga Rp. 10.000.000, (dengan asumsi harga 1 gram emas adalah Rp. 200.000,-) dan ia juga memiliki uang tunai sebesar Rp. 13.000.000, maka ia berkewajiban membayar zakat 2,5 %. Dalam hal ini walaupun masing-masing dari emas dan uang tunai yang ia miliki belum mencapai nishab, akan tetapi ketika keduanya digabungkan, jumlahnya (Rp. 23.000.000,-) mencapai nishab.
Dengan demikian orang tersebut berkewajiban membayar zakat sebesar Rp. 575.000,- berdasarkan perhitungan sebagai berikut:
(Rp 10.000.000,- + Rp. 13.000.000,-) x 2,5 % = Rp. 575.000,-
(atau Rp. 23.000.000,- dibagi 40)
(atau Rp. 23.000.000,- dibagi 40)
Biography of Dr. Muhammad Yunus Grameen Bank
Muhammad Yunus was born in 28th June, 1940 in the village of Bathua, in Hathazari, Chittagong, the business centre of what was then Eastern Bengal. He was the third of 14 children of whom five died in infancy. His father was a successful goldsmith who always encouraged his sons to seek higher education. But his biggest influence was his mother, Sufia Khatun, who always helped any poor that knocked on their door. This inspired him to commit himself to eradication of poverty. His early childhood years were spent in the village. In 1947, his family moved to the city of Chittagong, where his father had the jewelery business.
In 1974, Professor Muhammad Yunus, a Bangladeshi economist from Chittagong University, led his students on a field trip to a poor village. They interviewed a woman who made bamboo stools, and learnt that she had to borrow the equivalent of 15p to buy raw bamboo for each stool made. After repaying the middleman, sometimes at rates as high as 10% a week, she was left with a penny profit margin. Had she been able to borrow at more advantageous rates, she would have been able to amass an economic cushion and raise herself above subsistence level.
Realizing that there must be something terribly wrong with the economics he was teaching, Yunus took matters into his own hands, and from his own pocket lent the equivalent of ? 17 to 42 basket-weavers. He found that it was possible with this tiny amount not only to help them survive, but also to create the spark of personal initiative and enterprise necessary to pull themselves out of poverty.
Against the advice of banks and government, Yunus carried on giving out 'micro-loans', and in 1983 formed the Grameen Bank, meaning 'village bank' founded on principles of trust and solidarity. In Bangladesh today, Grameen has 2,564 branches, with 19,800 staff serving 8.29 million borrowers in 81,367 villages. On any working day Grameen collects an average of $1.5 million in weekly installments. Of the borrowers, 97% are women and over 97% of the loans are paid back, a recovery rate higher than any other banking system. Grameen methods are applied in projects in 58 countries, including the US, Canada, France, The Netherlands and Norway.
Sabtu, 02 Februari 2013
Jumat, 01 Februari 2013
Tabarru' dalam Asuransi Syariah
Tabarru` (Hibah/Dana Kebajikan)
[5] Muhammad Syakir Sula. Op., Cit., hal 12
[6] Jafril Khalil, Asuransi Dalam Hukum Islam (Makalah Workshop Asuransi Syariah), IBI, 2003, hal 12
[7] Defenisi tabarru` menurut Fatwa DSN-MUI, No:21/DSN-MUI/X/2001
[8] Musain Hamid hisan, Op., Cit., hal 136
19 M.Fadzli Yusof.Takaful Sistem Insurans Islam.Utusan Publication and Distributor SDN BHD.1996.Malaysia,hal 22
[10] Wahbah Al Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Dar El Fikr, Libanon, 1996, IV, hal 445
[1] Muhammad Syakir Sula. Op., Cit., hal 11
Tabarru` berasal dari kata tabarra`a- yatabarra`u – tabarru`an, artinya sumbangan, hibah, dana kebajikan atau derma. Orang yang memberi sumbangan disebut mutabarri`(dermawan)[1]. Tabarru` (hibah) merupakan pemberian sukarela seseorang kepada orang lain, tanpa ganti rugi, yang mengakibatkan berpindahnya pemilikan harta itu dari pemberi kepada orang yang diberi.[2]
Jumhur ulama mendefinisikan tabarru` (hibah/pemberian) dengan: “Akad yang mengakibatkan pemilikan harta, tanpa ganti rugi, yang dilakukan seseorang dalam keadaan hidup kepada orang lain secara sukarela[3]
Niat tabarru` (dana kebajikan) dalam akad asuransi syariah adalah alternatif uang sah yang dibenarkan oleh syara` dalam melepaskan diri dari praktek gharar yang diharamkan oleh Allah SWT. Dalam al-Quran kata tabarru` tidak ditemukan akan tetapi tabarru` dalam artian dana kebajikan dari kata al-birr (kebajikan) dapat ditemukan misalnya dalam al-Quran surat al-Baqarah:177 sebagai berikut:
”Bukanlah menghadapkan wajahmu kearah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, Nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta dan (memerdekakan ) hamba sahaya……dan seterusnya” (QS. Al-Baqarah, 2:177)
Tabarru` dalam makna hibah atau pemberian, dapat kita lihat dalam firman Allah surat an-Nisa` dan hadits nabi berikut ini:
“… Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu …” (QS.an Nisa` 4:4)
“Saling memberi hadiahlah kemudian saling mengasihi” (HR.Bukhari, Nasa`i, Hakim, dan Baihaqi)
مَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَاللهُ فِيْ عَوْنِ الْعَبْدِ مَادَامَ الْعَبْدُ فِيْ عَوْنِ أَخِيْهِ (رواه مسلم عن أبي هريرة).
“Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
مَثَلُلْمُؤْمِنِيْنَ فِيْ تَوَادّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مِثْلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عَضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَى (رواه مسلم عن النعمان بن بشير)
“Perumpamaan orang beriman dalam kasih sayang, saling mengasihi dan mencintai bagaikan tubuh (yang satu); jikalau satu bagian menderita sakit maka bagian lain akan turut menderita” (HR. Muslim dari Nu’man bin Basyir).
اَلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا (رواه مسلم عن أبي موسى)
“Seorang mu’min dengan mu’min yang lain ibarat sebuah bangunan, satu bagian menguatkan bagian yang lain” (HR Muslim dari Abu Musa al-Asy’ari).
مَنْ وَلِيَ يَتِيْمًا لَهُ مَالٌ فَلْيَتَّجِرْ بِهِ، وَلاَ يَتْرُكْهُ حَتَّى تَأْكُلَهُ الصَّدَقَةُ (رواه الترمذي والدار قطني والبيهقي من حديث عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده عبد الله بن عمرو بن العاص)
“Barang siapa mengurus anak yatim yang memiliki harta, hendaklah ia perniagakan, dan janganlah membiarkannya (tanpa diperniagakan) hingga habis oleh sederkah (zakat dan nafakah)” (HR. Tirmizi, Daraquthni, dan Baihaqi dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya Abdullah bin ‘Amr bin Ash).
Baik ayat maupun hadits diatas, menurut jumhur ulama, menunjukkan (hukum) anjuran untuk saling membantu antar sesama manusia, Oleh sebab itu, Islam sangat menganjurkan seseorang yang mempunyai kelebihan harta untuk menghibahkannya kepada saudara-saudaranya yang memerlukan[4]
Dalam konteks akad dalam asuransi syariah, tabarru` bermaksud memberikan dana kebajikan dengan niat ikhlas untuk tujuan saling membantu satu sama lain sesama peserta takaful (asuransi syariah) apabila ada diantaranya yang mendapat musibah, dana klaim yang diberikan diambil dari rekening dana tabarru` yang sudah diniatkan oleh semua peserta ketika akan menjadi peserta asuransi syariah, untuk kepentingan dana kebajikan atau dana tolong menolong[5]. Karena itu dalam akad tabarru`, pihak yang memberi dengan ikhlas memberikan sesuatu tanpa ada keinginan untuk menerima apapun dari orang yang menerima, kecuali kebaikan dari Allah swt. Hal ini berbeda dengan akad muawwadah dalam asuransi (konvensional) dimana pihak yang memberikan sesuatu kepada orang berhak menerima penggantian dari pihak yang diberinya.[6]
Akad tabarru` adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebaikan dan tolong menolong, bukan semata untuk tujuan komersial. Dalam akad tabarru` (hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan hanya bertindak sebagai pengelola[7].
Mendermakan sebagian harta dengan tujuan untuk membantu seseorang dalam menghadapi kesusahan sangat dianjurkan dalam agama Islam. Penderma (mutabarri`) yang ikhlas akan mendapat ganjaran pahala yang sangat besar, sebagaimana firman Allah swt dalam al Quran:
“Perumpamaan derma orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah serupa dengan benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir ada seratus biji.Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas karunianya lagi Maha Mengetahui” (QS. Al Baqarah 2:261)
Dan ketinggian martabat orang yang membantu saudara-saudaranya yang telah mendapat kesulitan digambarkan dalam hadits Nabi:
“Barangsiapa yang memenuhi hajat saudaranya Allah akan memenuhi hajatnya” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud)
Dan Allah swt memudahkan dan melapangkan jalan bagi orang-orang yang senantiasa menafkahkan sebagian hartanya di jalan Allah:
Al-Lail, 92:5
“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan ALLAH) dan bertakwa,
Al-Lail, 92:6
dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga),
Al-lail, 92:7
maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah,
Al-lail, 92:8
Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup,
Al-lail, 92:9
serta mendustakan pahala yang terbaik,
Al-Lail, 92:10
maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar”.
Syaikh Husain Hamid Hisan, menggambarkan “akad-kad tabarru` “ sebagai cara yang disyari’atkan Islam untuk mewujudkan ta’awun dan tadhamun. Dalam akad tabarru` orang yang menolong dan berderma (mutabarri’) tidak berniat mencari keuntungan dan tidak menuntut “pengganti” sebagai imbalan dari apa yang telah ia berikan. Karena itulah akad-akad tabarru’ ini dibolehkan. Hukumnya dibolehkan karena jika barang/sesuatu yang ditabarru’kan hilang atau rusak di tangan orang yang diberi derma tersebut –dengan sebab gharar atau jahalah atau sebab lainnya—maka tidak akan merugikan dirinya, karena ia (orang yang menerima pemberian/derma tersebut) tidak memberikan pengganti sebagi imbalan derma yang diterimanya. Syaikh Hisan mencontohkan jika si A diberi sepatu, tetapi sepatu tersebut belum jelas (gharar misalnya) atau sepatunya rusak atau kekecilan atau juga sepatunya hilang. Maka ia (si A) tidak merasa rugi sama sekali, karena ia tidak memberikan pengganti sepatu tersebut. Berbeda dengan akad-akad mu’awadah, jika barang yang dimu’awadhahkan hilang di tangan orang yang menerimanya, maka ia akan mengalami kerugian karena ia harus membayar penggantinya.[8]
Mohd.Fadzli Yusof, CEO Syarikat Takaful Malaysia SDN BHD[9] menjelaskan manfaat dan batasan penggunaan dana tabarru` sebagai berikut: Secara umum tabarru`mempunyai pengertian yang luas . Dana tabarru` boleh digunakan untuk membantu siapa saja yang mendapat musibah. Tetapi dalam bisnis Takaful, karena melalui akad khusus maka kemanfaatannya hanya terbatas pada peserta takaful saja. Dengan kata lain bahwa kumpulan dana tabarru` hanya dapat digunakan untuk kepentingan para peserta takaful saja yang mendapat musibah. Sekiranya dana tabarru` tersebut digunakan untuk kepentingan lain, ini berarti melanggar syarat akad.
Wahbah Al Zuhaili, kemudian mengatakan tidak diragukan lagi bahwa asuransi ta`awuni (tolong menolong) dibolehkan dalam syariat Islam, karena hal itu termasuk akad tabarru` dan sebagai bentuk tolong- menolong dalam kebaikan karena setiap peserta membayar kepesertaannya (preminya) secara sukarela untuk meringankan dampak resiko dan memulihkan kerugian yang dialami salah seorang peserta asuransi.[10]
Pada buku yang lain Wahbah Al-Zuhaili mengatakan:
فَالْمَبْلَغُ الَّذِيْ يَدْفَعُهُ الْمُشْتَرِكُ يَكُوْنُ تَبَرُّعًا مِنْهَ لِلشِّرْكَةِ، يُعَانُ مِنْهُ الْمُحْتَاجُ بِحَسَبِ النِّظَامِ الْمُتَّفَقِّ عَلَيْهِ، وَالشِّرْكَةُ تُقَدِّمُهُ بِصِفَةِ تَبَرُّعٍ أَوْ هِبَةٍ مَحْضَةٍ مِنْ غَيْرِ مُقَابِلٍ أَوْ عِوَضٍ. (المعاملات المالية المعاصرة،
“Sejumlah dana (premi) yang diberikan oleh peserta asuransi adalah tabarru’ (amal kebajikan) dari peserta kepada (melalui) perusahaan yang digunakan untuk membantu peserta yang memerlukan berdasarkan ketentuan yang telah disepakati; dan perusahaan memberikannya (kepada peserta) sebagai tabarru’ atau hibah murni tanpa imbalan. (Wahbah al-Zuhaili, al-Mu’amalat al-Maliyyah al-Mu’ashirah, [Dimasyq: Dar al-Fikr, 2002], h. 287).
2) وَالتَّخْرِيْجُ الْفِقْهِيُّ لِتَبادُلِ اْلاِلْتِزَامِ بِالتَّبَرُّعِ فِيْ عَقْدِ التَّأْمِيْنِ التَّعَاوُنِيِّ أَسَاسُهُ قَاعِدَةُ اْلاِلْتِزَامِ بِالتَّبَرُّعَاتِ عِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ. (نظام التأمين لمصطفى الزرقاء، ص. 58-59، عقود التأمين وعقود ضمان الاستثمار لأحمد السعيد شرف الدين ص.244-247، التأمين بين الحظر والإباحة لسعدي أبي جيب، ص.53)
“Analisis fiqh terhadap kewajiban (peserta) untuk memberikan tabarru’ secara bergantian dalam akad asuransi ta’awuni adalah “kaidah tentang kewajiban untuk memberikan tabarru’” dalam mazhab Malik”. (Mushthafa Zarqa’, Nizham al-Ta’min, h. 58-59; Ahmad Sa’id Syaraf al-Din, ‘Uqud al-Ta’min wa ‘Uqud Dhaman al-Istitsmar, h. 244-147; dan Sa’di Abu Jaib, al-Ta’min bain al-Hazhr wa al-Ibahah, h. 53).
Sumber: Dikutip dari buku, Muhammad Syakir Sula, “Asuransi Syariah (Life and General) – Konsep dan Sistem Operasional”, Penerbit Gema Insani, Jakarta, 2004, Bab II, hal 35-38.
1. Muhammad Syakir Sula. Op., Cit., hal 11
[2] Nasrun Harun, Fiqh Muamalah, Media Pratama, Jakarta, 2000, hal 82
[3] Asy-Syarbani al Khathib, Mughni al Muhtal, Dar Fikr, Beirut, 1978, Jilid II, hal 296. Saya kutip dari Nasrun Harun, Ibid, hal 82
[4] As-Sarakhsi, al-Mabsuth, Dar al Fikr, Beirut, 1980, Jilid 13, hal 48. Saya kutib dari Nasrun Harun, Op., Ci., hal 83[5] Muhammad Syakir Sula. Op., Cit., hal 12
[6] Jafril Khalil, Asuransi Dalam Hukum Islam (Makalah Workshop Asuransi Syariah), IBI, 2003, hal 12
[7] Defenisi tabarru` menurut Fatwa DSN-MUI, No:21/DSN-MUI/X/2001
[8] Musain Hamid hisan, Op., Cit., hal 136
19 M.Fadzli Yusof.Takaful Sistem Insurans Islam.Utusan Publication and Distributor SDN BHD.1996.Malaysia,hal 22
[10] Wahbah Al Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Dar El Fikr, Libanon, 1996, IV, hal 445
[1] Muhammad Syakir Sula. Op., Cit., hal 11
[2] Nasrun Harun, Fiqh Muamalah, Media Pratama, Jakarta, 2000, hal 82
Dalil Memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw
Firman Allah :
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
"Katakanlah: jika bapak-bapak kamu , anak-anak kamu, saudara-saudara kamu, isteri-isteri kamu, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”. [QS At-Taubah :24].
Sabda Rasulullah :
لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده والناس أجمعين
“Tidak beriman seseorang kamu sehingga adalah saya lebih dicintai nya dari orang tua nya dan anak nya dan semua manusia”.
[HR Bukhari dan Muslim].
Menelusuri sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW
Dari hasil penelusuran kami, sejarah Maulid Nabi Muhammad sudah dilaksanakan sejak jaman Nabi Muhammad SAW masih Hidup, Sedangkan tatacara perayaan maulid mengalami perubahan sejak pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (1138-1193).
Perubahan perayaan Maulid Nabi diduga diperkenalkan oleh Abu Said al-Qakburi, seorang gubernur Irbil, di Irak pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (1138-1193). Adapula yang berpendapat bahwa idenya justru berasal dari Sultan Salahuddin sendiri. Tujuannya adalah untuk membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, serta meningkatkan semangat juang kaum muslimin saat itu, yang sedang terlibat dalam Perang Salib melawan pasukan Kristen Eropa dalam upaya memperebutkan kota Yerusalem dan sekitarnya.
Sebagian masyarakat muslim Sunni dan Syiah di dunia merayakan Maulid Nabi. Muslim Sunni merayakannya pada tanggal 12 Rabiul Awal sedangkan muslim Syiah merayakannya pada tanggal 17 Rabiul Awal, yang juga bertepatan dengan ulang tahun Imam Syiah yang keenam, yaitu Imam Ja'far ash-Shadiq.
Maulid dirayakan pada banyak negara dengan penduduk mayoritas Muslim di dunia, serta di negara-negara lain di mana masyarakat Muslim banyak membentuk komunitas, contohnya antara lain di India, Britania, Rusia dan Kanada.
Arab Saudi adalah satu-satunya negara dengan penduduk mayoritas Muslim yang tidak menjadikan Maulid sebagai hari libur resmi. Partisipasi dalam ritual perayaan maulid Nabi diganggap sebagai bid'ah yang tidak boleh dilakukan.
Propaganda besar-besaran telah dilakukan oleh kelompok Wahabi, dengan mengatakan bahwa perayaan Maulid Nabi tidak pernah dilakukan dijaman Rasulullah masih hidup atau dijaman Khulafaur Rasyidin.
Dari beberapa pendapat Ulama' salaf yang kami ambil sebagai rujukan, ternyata Maulid Nabi Muhammad SAW sudah dilakkuan sejak jaman Rasulullah masih hidup.
Untuk lebih jelasnya silahakan anda baca catatan penelusuran saya ini.
=============================================================
MENEPIS TUDAUHAN WAHABI
Adapun pendapat yang mengatakan bahwa Maulid itu Menyerupai ajaran Yahudi dan Nasranil
seprti kutipan saya dari sebuah situs yang ditulis Oleh: Abu Abdirrahman Bin Thoyyib Lc
Benarkah Maulid Nabi menyerupai ajaran Yahudi dan Nasrani ?
Tuduhan penyerupaan merupakan tuduhan yang mengada-ada, perayaan maulid berbeda jauh dengan cara perayaan orang Nasrani maupun Yahudi. Dalam perayaan maulid tidak ada acara menyalakan lilin yang kemudian ditiup.
Bagaimana menjawab dalil mereka seperti yang sering ditulis dalam Blog dan Wab mereka ?
Dalil kaum Wahabi dalam menyerupakan Maulid dengan Ulang Tahun :
---------------------
Inilah teks penyerupaan dengan orang-orang Kristen. Sesungguhnya perayaan maulid Nabi ini menyerupai orang-orang Kristen, padahal “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk kaum itu”
(HR. Abu Daud, Ahmad dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Irwaul Gholil 5/109.)
----------------------
Penyerupaan hanya terjadi pada nama saja, dalam pelakasanaannya jauh berbeda, pernahkah anda melihat perayaan ulang tahun orang Nasrani dengan membaca Sholawat dan Menceritakan sejarah mereka ?
Dalil tersebut diatas adalah benar, tapi penerapan dalil yang salah, inilah dampak dari seseorang yang memahami Islam ssecara dangkal.
Bagaimana jawabannya jika mereka bersikukuh tentang kemiripan itu ?
Jika perayaan maulid Nabi dipandang mirip dengan perayaan Hari ulang tahun hal itu tidak ada masalah, bahkan Rsulullah memberi contoh untuk merebut tradisi itu dari mereka, mari kita perhatikan hadits berikut :
Adalah Abdullah bin Abbas radiyallahu ‘anhu yang menceritakan kisah ini kepada kita sebagaimana yang terdapat di dalam Shahih Bukhari,
قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِيْنَةَ فَرَأَى اليَهُوْدَ تَصُوْمُ يَوْمَ عَاشُوْرَاء فَقَالَ:ماَ هَذَا؟ قَالُوْا هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللهُ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ مُوْسَى. قَالَ: فَأَناَ أَحَقُّ بِمُوْسَى مِنْكُمْ. فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
“Tatkala Nabi Shallallahu’alaihi wasallam datang ke Madinah beliau melihat orang-orang Yahudi melakukan puasa di hari ‘Asyura. Beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam bertanya, “Hari apa ini?”. Orang-orang Yahudi menjawab, “Ini adalah hari baik, pada hari ini Allah selamatkan Bani Israil dari musuhnya, maka Musa ‘alaihissalam berpuasa pada hari ini. Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Saya lebih berhak mengikuti Musa dari kalian (kaum Yahudi). Maka beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan ummatnya untuk melakukannya”.
(HR Al Bukhari)
Perhatikan kata :
"Saya lebih berhak mengikuti Musa dari kalian" dalam Hadits tersebut.
Bagaimana jawabannya jika menganggap lantunan syair dalam maulid itu tidak disukai Nabi, dan tuduhan perayaan Maulid seperti nyanyian gereja ?
Rasulullah tidak pernah melarang para sahabatnya yang bersyair bahkan beliau menerima dan mengajaknya, mari kita perhatikan kisah saat menjelang perang Khandaq, pada waktu sedang menggali parit
Setelah sepakat untuk menggali parit sesuai usulan Salman al-Farisi, kaum Muslimin pun bergegas untuk melaksanakannya. Parit yang diharapkan bisa memisahkan kaum Muslimin dengan musuh ini terus dikebut pengerjaannya supaya bisa selesai sebelum musuh datang ke Madinah. Para Ulama ahli sirah berbeda pendapat tentang waktu yang dibutuhkan untuk pengga parit ini, beriksar antara enam sampai dua puluh empat hari.
(As-Siratun Nabawiyah, Ibnu Katsir, 3/180)
Para Sahabat sangat bersemangat dan antusias menggali parti karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam juga ikut bersama mereka dan tidak jarang mereka meminta bantuan Rasulullah untuk memecahkan batu-batu besar yang tidak sanggup mereka pecahkan. Untuk memompa semangat para Sahabat, Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam berkali-kali melantunkan syair yang kemudian di jawab oleh para Sahabat. Seorang Sahabat al-Barra bin Azib bercerita, “Pada waktu perang Ahzab atau Khandaq, aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengangkat tanah parit, sehingga debu-debu itu menutupi kulit beliau dari (pandangan) ku. Saat itu beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersenandung dengan bait-bait syair yang pernah diucapkan oleh Ibnu Rawahah, sambil mengangkat tanah beliau bersenandung:
‘Ya Allah, seandainya bukan karena-Mu, maka kami tidak akan mendapatkan petunjuk, tidak akan bersedekah dan tidak akan melakukan shalat, Maka turunkanlah ketenangan kepada kami, serta kokohkan kaki-kaki kami apabila bertemu dengan musuh.
Sesungguhnya orang-orang musyrik telah berlaku semena-mena kepada kami, apabila mereka menghendaki fitnah, maka kami menolaknya.
Beliau menyenandungkan bait-bait itu sambil mengeraskan suara diakhir”.
Mendengar Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam melantunkan bait syair, para Sahabatpun tidak mau tertinggal. Mereka mengatakan:
Kami adalah orang-orang yang telah berbaiat kepada Muhammad untuk setia kepada Islam selama kami masih hidup
Ucapan ini dijawab oleh Rasulullah dengan doa:
Ya, Allah sesungguhnya tiada kebaikan kecuali kebaikan akhirat maka berikanlah berkah kepada kaum Anshar dan Muhajirin
(As-Siratun Nabawiyah fi Dhau'il Mashadiril Ashliyyah, hlm. 445)
Bagaimana jawabannya jika mereka mengatakan pujian dalam Maulid adalah berlebihan ?
Dalil kaum Wahabi dalam menuduh maulid sebagai pujian yang berlebihan kepada Nabi Muhammad, seprti yang ditulis dalam situs ini
---------------------
Larangan Memuji Berlebihan
Dari Abu Bakrah radhiallahu anhu dia berkata: Ada seseorang yang memuji temannya di sisi Nabi shallallahu alaihi wasallam maka beliau bersabda:
وَيْحَكَ قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ، قطعت عنق صاحبك – مرارا-. إِذا كانِ أَحَدُكُمْ مادِحاً صَاحِبَهُ لاَ مَحالَةَ فَلْيَقُلْ: أَحْسِبُ
فُلاناً وَاللهُ حَسِيْبُهُ وَلا أُزَكِّي عَلَى اللهِ أَحَداً
“Celaka kamu, kamu telah memenggal leher temanmu, kamu telah memenggal leher temanmu -berulang-ulang-. Kalaupun salah seorang di antara kalian harus memuji temannya maka hendaknya dia mengatakan: Aku mengira dia seperti itu dan Allahlah yang menghisabnya, aku tidak memuji siapapun di hadapan Allah.” (HR. Muslim no. 3000)
Maksud kalimat ‘kamu telah memenggal leher temanmu’ adalah kiasan dari mencelakakan.
Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu anhu dia berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam mendengar seseorang memuji temannya dan berlebihan dalam memujinya maka beliau bersabda:
لَقَدْ أَهْلَكْتُمْ – أَوْ قَطَعْتُمْ ظَهْرَ – الرَّجُلِ
“Sungguh kamu telah mencelakakan -atau mematahkan punggung- lelaki itu.” (HR. Muslim no. 3001)
Kalimat ‘mematahkan punggung’ adalah kiasan dari mencelakakan.
Dari Al-Miqdad bin Al-Aswad radhiallahu anhu dia berkata:
أَمَرَنَا رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ نَحْثُوَ فِي وُجُوْهِ الْمَدَّاحِيْنَ التُّرَابَ
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan kami untuk menaburkan tanah ke wajah-wajah orang yang berlebihan dalam memuji.” (HR. Muslim no. 3002)
Dari Abu Bakrah radhiallahu anhu dia berkata: Ada seseorang yang memuji temannya di sisi Nabi shallallahu alaihi wasallam maka beliau bersabda:
وَيْحَكَ قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ، قطعت عنق صاحبك – مرارا-. إِذا كانِ أَحَدُكُمْ مادِحاً صَاحِبَهُ لاَ مَحالَةَ فَلْيَقُلْ: أَحْسِبُ فُلاناً وَاللهُ حَسِيْبُهُ وَلا أُزَكِّي عَلَى اللهِ أَحَداً
“Celaka kamu, kamu telah memenggal leher temanmu, kamu telah memenggal leher temanmu -berulang-ulang-. Kalaupun salah seorang di antara kalian harus memuji temannya maka hendaknya dia mengatakan: Aku mengira dia seperti itu dan Allahlah yang menghisabnya, aku tidak memuji siapapun di hadapan Allah.” (HR. Muslim no. 3000)
Maksud kalimat ‘kamu telah memenggal leher temanmu’ adalah kiasan dari mencelakakan.
Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu anhu dia berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam mendengar seseorang memuji temannya dan berlebihan dalam memujinya maka beliau bersabda:
لَقَدْ أَهْلَكْتُمْ – أَوْ قَطَعْتُمْ ظَهْرَ – الرَّجُلِ
“Sungguh kamu telah mencelakakan -atau mematahkan punggung- lelaki itu.” (HR. Muslim no. 3001)
Kalimat ‘mematahkan punggung’ adalah kiasan dari mencelakakan.
Dari Al-Miqdad bin Al-Aswad radhiallahu anhu dia berkata:
أَمَرَنَا رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ نَحْثُوَ فِي وُجُوْهِ الْمَدَّاحِيْنَ التُّرَابَ
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan kami untuk menaburkan tanah ke wajah-wajah orang yang berlebihan dalam memuji.” (HR. Muslim no. 3002)
----------------------
Memuji Rasulullah dengan Syair pernah dilakukan oleh para sahabat dihadapanNabi dan beliau menerima juga tidak melarangnya :
طلع البدر علينا # من ثنيات الوداع
وجب الشكر علينا # ما دعا لله داع
أيها المبعوث فينا # جئت بالأمر المطاع
TOKOH YANG MENGANJURKAN MAULID
Ibnu Taymiyah
Ibnu Taymiyah Abul Abbas Taqiuddin Ahmad bin Abdus Salam bin Abdullah bin Taimiyah al Harrani atau yang biasa disebut dengan nama Ibnu Taimiyah saja (lahir: 22 Januari 1263/10 Rabiul Awwal 661 H – wafat: 1328/20 Dzulhijjah 728 H), adalah seorang pemikir dan ulama Islam dari Harran, Turki.
Ibnu Taymiyyah berpendapat bahwa tiga generasi awal Islam, yaitu Rasulullah Muhammad SAW dan Sahabat Nabi, kemudian Tabi'in yaitu generasi yang mengenal langsung para Sahabat Nabi, dan Tabi'ut tabi'in yaitu generasi yang mengenal langsung para Tabi'in, adalah contoh yang terbaik untuk kehidupan Islam.
Pendapat Ibnu Taymiyah Tentang Maulid Nabi
Ibnu Taymiyah berkata :
فتعظيم المولد واتخاذه موسمًا قد يفعله بعض الناس، ويكون له فيه أجر عظيم لحسن قصده، وتعظيمه لرسول الله صلى الله عليه واله وسلم
“Adapun mengagungkan maulid dan menjadikannya acara rutin, itu dikerjakan oleh sebagian manusia, dan mereka mendapat pahala yang besar karena tujuan baik dan pengagungannya terhadap Rasulullah SAW”.
[Kitab Iqtidha' Shirathil Mustaqim : 297].
Ibnu Taymiyah juga berkata :
فتعظيم المولد واتخاذه موسماً قد يفعله بعض الناس ويكون لهم فيه أجر عظيم لحسن قصدهم وتعظيمهم لرسول الله صلى الله عليه وسلم
“Adapun mengagungkan maulid dan menjadikannya acara rutin, itu dikerjakan oleh sebagian manusia, dan mereka mendapat pahala yang besar karena tujuan baik dan pengagungannya terhadap Rasulullah SAW”.
[Kitab Majmu' Fatawa 23: 134].
=============================================================
Ibnu Katsir
Ismail bin Katsir (gelar lengkapnya Ismail bin 'Amr Al-Quraisyi bin Katsir Al-Bashri Ad-Dimasyqi, Imaduddin Abu Al-Fida Al-Hafizh Al-Muhaddits Asy-Syafi'i), Beliau adalah seorang pemikir dan ulama Muslim. Namanya lebih dikenal sebagai Ibnu Katsir.
Beliau lahir pada tahun 1301 di Busra, Suriah dan wafat pada tahun 1372 di Damaskus, Suriah.
Tercatat guru pertama Ibnu Katsir adalah Burhanuddin al-Fazari, seorang ulama penganut mazhab Syafi'i. Ia juga berguru kepada Ibnu Taymiyyah di Damaskus, Suriah, dan kepada Ibnu al-Qayyim. Ia mendapat arahan dari ahli hadis terkemuka di Suriah, Jamaluddin al-Mizzi, yang di kemudian hari menjadi mertuanya. Ia pun sempat mendengar langsung hadis dari ulama-ulama Hejaz serta memperoleh ijazah dari Al-Wani.
Tahun 1366, oleh Gubernur Mankali Bugha Ibnu Katsir diangkat menjadi guru besar di Masjid Ummayah Damaskus.
Ulama ini meninggal dunia tidak lama setelah ia menyusun kitab Al-Ijtihad fi Talab al-Jihad (Ijtihad Dalam Mencari Jihad) dan dikebumikan di samping makam gurunya, Ibnu Taimiyah.
Pendapat Ibnu Katsir Tentang Maulid Nabi
Ibnu Katsir memuji Raja Mudhaffar Abu Sa’id Al-Kukburi sebagai berikut :
وكان يعمل المولد الشريف في ربيع الأول ويحتفل به احتفالا هائلا
وكان مع ذلك شهما شجاعا فاتكا بطلا عاقلا عالما عادلا رحمه الله وأكرم مثواه
“Dan dia [Raja Mudhaffar] menyelenggarakan Maulid yang mulia di bulan Rabi’ul awwal secara besar-besaran. Ia juga seorang raja yang cerdas, pemberani kesatria, pandai, dan adil, semoga Allah mengasihinya dan menempatkannya ditempat yang paling baik”
[Kitab Bidayah wan-Nihayah 13 :136]
Ibnu Katsir juga berkata :
إن أول من أرضعته صلى الله عليه وسلم هي ثويبة مولاة أبي لهب وكان قد أعتقها حين بشرته بولادة النبي صلى الله عليه وسلم. ولهذا لما رآه أخوه العباس بعد موته في المنام بعدما رآه بشر خيبة، سأله: ما لقيت؟ قال: لم ألق بعدكم خيراً غير أني سقيت في هذه بعتاقتي لثويبة (وأشار إلى النقرة التي بين الإبهام والتي تليها من الأصابع).
“Sesungguhnya orang pertama kali menyusui Nabi SAW adalah Tsuwaybah yaitu budak perempuan Abu Lahab, dan ia telah dimerdekakan dan dibebaskan oleh Abu Lahab ketika Abu Lahab gembira dengan kelahiran Nabi SAW, karena demikian setelah meninggal Abu Lahab, salah seorang saudaranya yaitu Abbas melihatnya dalam mimpi, salah seorang familinya bermimpi melihat ia dalam keadaan yang sangat buruk,
dan Abbas bertanya : “Apa yang engkau dapatkan ?”
Abu Lahab menjawab : “Sejak aku tinggalkan kalian [mati], aku tidak pernah mendapat kebaikan sama sekali, selain aku diberi minuman di sini [Abu Lahab menunjukkan ruang antara ibu jarinya dan jari yang lain] karena aku memerdekaan Tsuwaybah”.
[Kitab Bidayah wan-Nihayah 2 : 272-273, kitab Sirah Al-Nabawiyah 1 :124, kitab Maulid Ibnu Katsir 21].
Ibnu Katsir mengagungkan malam Maulid Nabi, berikut kata beliau :
إن ليلة مولد النبي صلى الله عليه وسلم كانت ليلة شريفة عظيمة مباركة سعيدة على المؤمنين، طاهرة، ظاهرة
الأنوار جليلة المقدار
“Sungguh malam kelahiran Nabi SAW adalah malam yang sangat mulia dan banyak berkah dan kebahagiaan bagi orang mukmin dan malam yang suci, dan malam yang terang cahaya, dan malam yang sangat agung”. [Kitab Maulid iIbnu Katsir 19],
sebagaimana dikatakan oleh Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Ad-Durar Al-Kaminah mengatakan bahwa kitab tersebut adalah kitab Ibnu Katsir yang membolehkan Maulid Nabi dan di dalam nya membahas tentang perayaan peringatan Maulid Nabi.
=============================================================
Al-Dzahabi
Syamsuddin adz-Dzahabi yang dikenal sebagai seoarang sejarawan dan penulis biografi para ulama. Ia lebih dikenal dengan nama adz-Dzahabi, lahir di Damaskus pada tahun273 H / 1274 M. Hasrat intelektual adz-Dzahabi begitu tinggi sehingga menjadikandirinya menguasai pelbagai disiplin ilmu pengetahuan keislamanan
Al-Imam adz-Dzahabi wafat pada malam Senin, 3 Dzulqa’dah 748 H, diDamaskus, Syiria dan dimakamkan di pekuburan Bab ash-Shaghir
Pendapat Imam Al-Dzahabi Tentang Maulid Nabi
Az-Zahabi juga memuji Abu Said Al-Kukburi :
وكان متواضعًا ، خيِّرًا سنّيًا ، يحبّ الفقهاء والمحدّثين
“Dan adalah ia [Raja Mudhaffar] itu yang rendah diri, dan baik dan juga Sunni [Ahlus Sunnah Waljama'ah] dan ia mencintai Fuqaha’ [Ulama Fiqih] dan Muhadditsin [Ulama Hadits]“.
( Siyar A'lam An-Nubala' 22 : 336)
=============================================================
Ibnu Hajar al-Haitami
Nama lengkap beliau adalah Syihabuddin Ahmad bin Hajar al Haitami, Lahir di Mesir tahun 909 H. dan wafat di Mekkah tahun 974 H. Pada waktu kecil beliau diasuh oleh dua orang Syeikh, yaitu Syeikh.Syihabuddin Abul Hamail dan Syeikh Syamsuddin as Syanawi. Pada usia 14 tahun beliau dipindahkan belajar masuk Jami’ Al Azhar. Pada Unirnersitas Al Azhar beliau belajar kepada Syeikhul Islam Zakariya al Anshari dan lain-lain.
WAFAT
Setelah beliau menebarkan ilmunya di Makkah al-Mukarramah, dihadiri oleh ribuan murid-murid yang setia kepada beliau, umur yang berkat telah di habiskan untuk mengajar umat tentang agama mereka sehingga beliau lanjut usia, sakit pun mendatangi beliau sehingga beliau terpaksa meninggalkan kursi pengajian.
Pada tanggal 23 rajab tahun 974 hijriyah beliau wafata, Jenazah beliau diusung ke Masjid al-Haram, dan di shalatkan di bawah pintu ka`bah, kemudian dimakamkan di al-Ma`la.
Pendapat beliau tentang Maulid NAbi Muhammad SAW. :
“Siapa yang hendak membesarkan maulid Nabi saw. maka cukuplah disebutkan sekedar
ini saja akan kelebihannya. Bagi siapa yang tidak ada di hatinya hasrat untuk membesarkan maulid Nabi saw. sekiranya dipenuhi dunia ini dengan pujian ke atasnya, tetap juga hatinya tidak akan tergerak untuk mencintai Nabi saw. Semoga Allah menjadikan kami dan kalian di kalangan orang yang membesarkan dan memuliakannya dan mengetahui kadar kedudukan Baginda saw. serta menjadi orang yang teristimewa di kalangan orang-orang yang teristimewa di dalam mencintai dan mengikutinya. Aamiin, wahai Tuhan sekalian alam. Semoga Allah melimpahkan rahmat atas penghulu kami Nabi Muhammad saw. keluarganya dan sahabat-sahabatnya sekalian hingga Hari Kemudian.”
=============================================================
As-Sari As-Saqothy
As- Sari As-Saqathi nama lengkapnya adalah Abul Hasan Sari bin al-Mughallis as-Saqathi adalah murid Ma’ruf al-Karkhi dan paman Junaid al-Baghdadi. Beliau adalah seorang tokoh sufi yang terkemuka di Baghdad dan pernah mendapat tantangan dari Ahmad bin Hambali. Mula-mula ia mencari nafkah dengan berdagang barang-barang bekas dan beliau meninggal pada tahun 253 H / 867 M
Pendapat beliau tentang Maulid NAbi Muhammad SAW. :
“Siapa yang pergi ke suatu tempat yang dibacakan di dalamnya maulid Nabi saw. maka sesungguhnya ia telah pergi ke satu taman dari taman-taman syurga, karena tidaklah ia menuju ke tempat-tempat tersebut melainkan lantaran kerana cintanya kepada Nabi saw. Sesungguhnya Rasulullah saw. telah bersabda: “Sesiapa yang mecintaiku, maka ia akan bersamaku di dalam syurga.”
(sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
=============================================================
Fakhruddin ar-Rozi
Seorang ahli tafsir, beliau bernama Muhammad bin 'Amru bin Husain bin Hasan bin 'Ali abu 'Abdullah fakhruddin arrazy Alquraisyi alkubra Attaimy, masih keturunan Abu bakar assiddiq radhiallahu anhu.
Nama julukan beliau diantaranya Abu 'abdullah, abu fadhli, abul ma'ali dan paling terkenal adalah Al-fahkri arraziy atau Fakhruddin ar-Razi.
Beliau dilahirkan dikota Array pada tahun 544 hijriyah dan diwafatkan dihari raya idul fitri bertepatan dengan tahun 606 H. dikota Hirah.
Ada perbedaan tentang kelahiran beliau seperti yang dikemukan oleh doktor Muhammad bin Muhammad abu syahibah yang ditulis dalam kitabnya israilyyat wal mauhdu'at, bahwa beliau dilahirkan di iraq, dikota Array pada tahun 543 hijriyah.
Pendapat beliau tentang Maulid NAbi Muhammad SAW. :
“Tidaklah seseorang yang membaca maulid Nabi saw ke atas garam atau gandum atau makanan yang lain, melainkan akan zahir keberkatan padanya, dan setiap sesuatu yang sampai kepadanya (dimasuki) dari makanan tersebut, maka makanan tersebut akan bergoncang dan tidak akan tetap sehingga Allah mengampunkan orang yang memakannya”.
“Sekirannya dibacakan maulid Nabi saw. ke atas air, maka orang yang meminum seteguk dari air tersebut akan masuk ke dalam hatinya seribu cahaya dan rahmat, akan keluar daripadanya seribu sifat dengki, penyakit dan tidak mati hati tersebut pada hari dimatikan hati-hati”.
“Siapa yang membaca maulid Nabi saw. pada suatu dirham yang ditempa dengan perak atau emas dan dicampurkan dirham tersebut dengan yang lainnya, maka akan jatuh ke atas dirham tersebut keberkatan, pemiliknya tidak akan fakir dan tidak akan kosong tangannya dengan keberkatan Nabi saw.”
(sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
=============================================================
Imam as-Syafii
Abū ʿAbdullah Muhammad bin Idrīs al-Shafi'ī atau yang akrab dipanggil Imam Syafi'i
(Gaza, Palestina, 150 H / 767 - Fusthat, Mesir 204H / 819M)
Adalah seorang mufti besar Sunni Islam dan juga pendiri mazhab Syafi'i. Imam Syafi'i juga tergolong kerabat dari Rasulullah, ia termasuk dalam Bani Muththalib, yaitu keturunan dari al-Muththalib, saudara dari Hasyim, yang merupakan kakek Muhammad.
Saat usia 20 tahun, Imam Syafi'i pergi ke Madinah untuk berguru kepada ulama besar saat itu, Imam Malik. Dua tahun kemudian, ia juga pergi ke Irak, untuk berguru pada murid-murid Imam Hanafi di sana.
Pendapat beliau tentang Maulid NAbi Muhammad SAW. :
Telah berkata Imam Asy-Syafi’i: “Siapa yang menghimpunkan saudaranya (sesama Islam) untuk mengadakan majlis maulid Nabi saw., menyediakan makanan dan tempat serta melakukan kebaikan, dan dia menjadi sebab dibaca maulid Nabi saw. itu, maka dia akan dibangkitkan oleh Allah pada hari kiamat bersama ahli siddiqin (orang-orang yang benar), syuhada’ dan solihin serta berada di dalam syurga-syurga Na’im.
(sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
============================================================
Junaid al-Baghdady
Syeikh Abul Qasim Al-Junayd ibnu Muhammad al-Zujaj (Junayd al-Baghdadi) adalah putera dari seorang pedagang barang pecah belah dari Nahawand dan keponakan Sarri as-Saqathi, Ia juga dekat dengan Al-Muhasibi.
Beliau lahir dan besar di Irak. Abul Qasim Al-Junayd merupakan tokoh paling terkemuka dari mazhab Tasawuf, bahkan kelak beliau mendapat gelar sebagai Sayyidush Shufiyah (Pangeran Kaum Sufi).
Al-Junayd wafat di Baghdad pada hari Sabtu tahun 297H / 910M.
Pendapat beliau tentang Maulid NAbi Muhammad SAW. :
Telah berkata Junaid Al-Baghdadi semoga Allah mensucikan rahasianya: “Siapa yang menghadiri majlis maulid Nabi saw. dan membesarkan kedudukannya, maka sesungguhnya ia telah mencapai kekuatan iman”.* (sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
============================================================
Ma’ruf al-Karkhy
Nama lengkapnya Abu Mahfudz Ma’ruf bin Firus Al-Karkhi. Meski lama menetap di Baghdad, Irak, ia sesungguhnya berasal dari Persia, Iran. Hidup di zaman kejayaan Khalifah Harun Al-Rasyid dinasti Abbasiyah.
Pendapat beliau tentang Maulid NAbi Muhammad SAW. :
Telah berkata Ma’ruf Al-Karkhi: “Siapa yang menyediakan makanan untuk majlis membaca maulid Nabi saw. mengumpulkan saudaranya, menyalakan lampu, memakai pakaian yang baru, memasang bau yang wangi dan memakai wangi-wangian karena membesarkan kelahiran Nabi saw, niscaya Allah akan mengumpulkannya pada hari kiamat bersama kumpulan yang pertama di kalangan nabi-nabi dan dia berada di syurga yang teratas (Illiyyin)”
(sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
============================================================
Hasan al-Bashri
Hasan Al Bashri (Madinah, 642 - 10 Oktober 728) adalah ulama dan cendekiawan muslim yang hidup pada masa awal kekhalifahan Umayyah.
Hasan Al Bashri berguru pada para sahabat Nabi, antara lain Utsman bin Affan, Abdullah bin Abbas, Ali bin Abi Talib, Abu Musa Al-Asy'ari, Anas bin Malik, Jabir bin Abdullah and Abdullah bin Umar.
Nama lengkap Hasan Al Bishri ialah Abu Said Al Hasan bin Abi Al Hasan bin Yasar Al Bishri adalah Maula Al Anshari. Ibunya bernama Khairah, budak Ummu Salamah yang di merdekakan, dikatakan Ibnu Sa’ad dalam kitab tabaqat Hasan adalah seorang alim yang luas dan tinggi ilmunya, terpercaya, seorang hamba yang ahli ibadah lagi pula fasih bicaranya .
Beliau salah seorang fuqaha yang berani berkata benar dan menyeru kepada kebenaran dihadapan para pembesar negeri dan seorang yang sukar diperoleh tolak bandingnya dalam soal ibadah . Beliau menerima hadits dari Abu Bakrah, Imran bin Husein, Jundub, Al Bajali, Muawwiyah, Anas, Jabir dan meriwayatkan hadits dari beberapa sahabat diantaranya ‘Ubay bin Ka’ab, Saad bin Ubadah, Umar bin Khattab walaupun tidak bertemu dengan mereka atau tidak mendengar langsung dari mereka. Beliau adalah ulama ternama di Basrah, Imam Al Bagir ra. Mengatakan,’’ Jika di sebutkan tentang ketokohan Al Hasan artinya yang dimaksud ucapan Al Hasan menyerupai ucapan para Nabi,
Beliau wafat tahun 110 H. dalam usia 88 tahun dan kemudian hadits-hditsnya diriwayatkan oleh Jarir bin Abi Hazim, Humail At Thawil, Yazid bin Abi Maryam, Abu Al Asyhab, Sammak bin Harb, Atha bin Abi Al Saib, Hisyam bin Hasan dan lain-lain.
Pendapat beliau tentang Maulid NAbi Muhammad SAW. :
Telah berkata Hasan Al-Bashri: “Aku suka seandainya aku mempunyai emas setinggi gunung Uhud, maka aku akan membelanjakannya untuk membaca maulid Nabi saw.
(sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
=============================================================
Ali bin Abi Tholib Karomallahu wajhah,
lahir sekitar 13 Rajab 23 Pra Hijriah/599 – wafat 21 Ramadan 40 Hijriah/661, adalah salah seorang pemeluk Islam pertama dan juga keluarga dari Nabi Muhammad. Menurut Islam Sunni, Beliau adalah Khalifah terakhir dari Khulafaur Rasyidin. Beliau juga sepupu dari Nabi Muhammad, dan setelah menikah dengan Fatimah az-Zahra, ia menjadi menantu Nabi Muhammad.
Pendapatnya tentang Maulid NAbi :
Telah berkata ‘Ali : “Siapa yang membesarkan majlis maulid Nabi saw. dan karenanya diadakan majlis membaca maulid, maka dia tidak akan keluar dari dunia melainkan dengan keimanan dan akan masuk ke dalam syurga tanpa hisab”.
(sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
=============================================================
Utsman bin ‘Affan Dzun-Nuraini
Utsman bin Affan 574 – 656 / 12 Dzulhijjah 35 H; umur 81–82 tahun, Beliau adalah sahabat Nabi Muhammad SAW yang termasuk Khulafaur Rasyidin yang ke-3. Utsman adalah seorang yang saudagar yang kaya tetapi sangatlah dermawan. Beliau juga berjasa dalam hal membukukan Al-Qur'an.
Beliau adalah khalifah ketiga yang memerintah dari tahun 644 (umur 69–70 tahun) hingga 656 (selama 11–12 tahun). Selain itu sahabat nabi yang satu ini memiliki sifat yang sangat pemalu.
Utsman bin Affan adalah sahabat nabi dan juga khalifah ketiga dalam Khulafaur Rasyidin. ia dikenal sebagai pedagang kaya raya dan ekonom yang handal namun sangat dermawan. Banyak bantuan ekonomi yang diberikannya kepada umat Islam di awal dakwah Islam. Ia mendapat julukan Dzunnurain yang berarti yang memiliki dua cahaya. Julukan ini didapat karena Utsman telah menikahi puteri kedua dan ketiga dari Rasullah Saw yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum.
Pendapatnya tentang Maulid NAbi :
Telah berkata Sayyidina Utsman: “Siapa yang menafkahkan satu dirham untuk majlis membaca maulid Nabi saw. maka seolah-olah ia menyaksikan peperangan Badar dan Hunain”
(sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
=============================================================
Umar bin Khottob al-Furqon
Umar bin Khattab bin Nafiel bin Abdul Uzza atau lebih dikenal dengan Umar bin Khattab (581 - November 644) adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad yang juga adalah khalifah kedua Islam (634-644). Umar juga merupakan satu diantara empat orang Khalifah yang digolongkan sebagai Khalifah yang diberi petunjuk (Khulafaur Rasyidin).
Umar dilahirkan di kota Mekkah dari suku Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy, suku terbesar di kota Mekkah saat itu. Ayahnya bernama Khattab bin Nufail Al Shimh Al Quraisyi dan ibunya Hantamah binti Hasyim. Umar memiliki julukan yang diberikan oleh Muhammad yaitu Al-Faruk yang berarti orang yang bisa memisahkan antara kebenaran dan kebatilan.
Keluarga Umar tergolong dalam keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis, yang pada masa itu merupakan sesuatu yang langka. Umar juga dikenal karena fisiknya yang kuat dimana ia menjadi juara gulat di Mekkah.
Pendapatnya tentang Maulid NAbi :
Telah berkata Sayyidina ‘Umar: “Siapa yang membesarkan (memuliakan) majlis maulid Nabi saw. maka sesungguhnya ia telah menghidupkan Islam.”
(sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
=============================================================
Abu Bakar ash-Shiddiq
Abu Bakar lahir: 572 - wafat: 23 Agustus 634/21 Jumadil Akhir 13 H, termasuk di antara mereka yang paling awal memeluk Islam. Setelah Nabi Muhammad wafat, Abu Bakar menjadi khalifah Islam yang pertama pada tahun 632 hingga tahun 634 M. Lahir dengan nama Abdullah bin Abi Quhafah,
Beliau adalah satu diantara empat khalifah yang diberi gelar Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang diberi petunjuk.
Abu Bakar Ash-Shidiq Nama lengkapnya adalah 'Abd Allah ibn 'Utsman bin Amir bi Amru bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib bin Fihr al-Quraishi at-Tamimi'. Bertemu nasabnya dengan nabi SAW pada kakeknya Murrah bin Ka'ab bin Lu'ai. Dan ibu dari abu Bakar adalah Ummu al-Khair salma binti Shakhr bin Amir bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim yang berarti ayah dan ibunya sama-sama dari kabilah bani Taim.
Abu Bakar adalah ayah dari Aisyah, istri Nabi Muhammad. Nama yang sebenarnya adalah Abdul Ka'bah (artinya 'hamba Ka'bah'), yang kemudian diubah oleh Muhammad menjadi Abdullah (artinya 'hamba Allah'). Muhammad memberinya gelar Ash-Shiddiq (artinya 'yang berkata benar') setelah Abu Bakar membenarkan peristiwa Isra Miraj yang diceritakan oleh Muhammad kepada para pengikutnya, sehingga ia lebih dikenal dengan nama "Abu Bakar ash-Shiddiq".
Pendapatnya tentang Maulid NAbi :
Telah berkata Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq: “Barangsiapa yang menafkahkan satu dirham bagi menggalakkan bacaan Maulid Nabi saw., maka ia akan menjadi temanku di dalam syurga.”
(sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
"Katakanlah: jika bapak-bapak kamu , anak-anak kamu, saudara-saudara kamu, isteri-isteri kamu, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”. [QS At-Taubah :24].
Sabda Rasulullah :
لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده والناس أجمعين
“Tidak beriman seseorang kamu sehingga adalah saya lebih dicintai nya dari orang tua nya dan anak nya dan semua manusia”.
[HR Bukhari dan Muslim].
Menelusuri sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW
Dari hasil penelusuran kami, sejarah Maulid Nabi Muhammad sudah dilaksanakan sejak jaman Nabi Muhammad SAW masih Hidup, Sedangkan tatacara perayaan maulid mengalami perubahan sejak pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (1138-1193).
Perubahan perayaan Maulid Nabi diduga diperkenalkan oleh Abu Said al-Qakburi, seorang gubernur Irbil, di Irak pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (1138-1193). Adapula yang berpendapat bahwa idenya justru berasal dari Sultan Salahuddin sendiri. Tujuannya adalah untuk membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, serta meningkatkan semangat juang kaum muslimin saat itu, yang sedang terlibat dalam Perang Salib melawan pasukan Kristen Eropa dalam upaya memperebutkan kota Yerusalem dan sekitarnya.
Sebagian masyarakat muslim Sunni dan Syiah di dunia merayakan Maulid Nabi. Muslim Sunni merayakannya pada tanggal 12 Rabiul Awal sedangkan muslim Syiah merayakannya pada tanggal 17 Rabiul Awal, yang juga bertepatan dengan ulang tahun Imam Syiah yang keenam, yaitu Imam Ja'far ash-Shadiq.
Maulid dirayakan pada banyak negara dengan penduduk mayoritas Muslim di dunia, serta di negara-negara lain di mana masyarakat Muslim banyak membentuk komunitas, contohnya antara lain di India, Britania, Rusia dan Kanada.
Arab Saudi adalah satu-satunya negara dengan penduduk mayoritas Muslim yang tidak menjadikan Maulid sebagai hari libur resmi. Partisipasi dalam ritual perayaan maulid Nabi diganggap sebagai bid'ah yang tidak boleh dilakukan.
Propaganda besar-besaran telah dilakukan oleh kelompok Wahabi, dengan mengatakan bahwa perayaan Maulid Nabi tidak pernah dilakukan dijaman Rasulullah masih hidup atau dijaman Khulafaur Rasyidin.
Dari beberapa pendapat Ulama' salaf yang kami ambil sebagai rujukan, ternyata Maulid Nabi Muhammad SAW sudah dilakkuan sejak jaman Rasulullah masih hidup.
Untuk lebih jelasnya silahakan anda baca catatan penelusuran saya ini.
=============================================================
MENEPIS TUDAUHAN WAHABI
Adapun pendapat yang mengatakan bahwa Maulid itu Menyerupai ajaran Yahudi dan Nasranil
seprti kutipan saya dari sebuah situs yang ditulis Oleh: Abu Abdirrahman Bin Thoyyib Lc
Benarkah Maulid Nabi menyerupai ajaran Yahudi dan Nasrani ?
Tuduhan penyerupaan merupakan tuduhan yang mengada-ada, perayaan maulid berbeda jauh dengan cara perayaan orang Nasrani maupun Yahudi. Dalam perayaan maulid tidak ada acara menyalakan lilin yang kemudian ditiup.
Bagaimana menjawab dalil mereka seperti yang sering ditulis dalam Blog dan Wab mereka ?
Dalil kaum Wahabi dalam menyerupakan Maulid dengan Ulang Tahun :
---------------------
Inilah teks penyerupaan dengan orang-orang Kristen. Sesungguhnya perayaan maulid Nabi ini menyerupai orang-orang Kristen, padahal “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk kaum itu”
(HR. Abu Daud, Ahmad dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Irwaul Gholil 5/109.)
----------------------
Penyerupaan hanya terjadi pada nama saja, dalam pelakasanaannya jauh berbeda, pernahkah anda melihat perayaan ulang tahun orang Nasrani dengan membaca Sholawat dan Menceritakan sejarah mereka ?
Dalil tersebut diatas adalah benar, tapi penerapan dalil yang salah, inilah dampak dari seseorang yang memahami Islam ssecara dangkal.
Bagaimana jawabannya jika mereka bersikukuh tentang kemiripan itu ?
Jika perayaan maulid Nabi dipandang mirip dengan perayaan Hari ulang tahun hal itu tidak ada masalah, bahkan Rsulullah memberi contoh untuk merebut tradisi itu dari mereka, mari kita perhatikan hadits berikut :
Adalah Abdullah bin Abbas radiyallahu ‘anhu yang menceritakan kisah ini kepada kita sebagaimana yang terdapat di dalam Shahih Bukhari,
قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِيْنَةَ فَرَأَى اليَهُوْدَ تَصُوْمُ يَوْمَ عَاشُوْرَاء فَقَالَ:ماَ هَذَا؟ قَالُوْا هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللهُ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ مُوْسَى. قَالَ: فَأَناَ أَحَقُّ بِمُوْسَى مِنْكُمْ. فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
“Tatkala Nabi Shallallahu’alaihi wasallam datang ke Madinah beliau melihat orang-orang Yahudi melakukan puasa di hari ‘Asyura. Beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam bertanya, “Hari apa ini?”. Orang-orang Yahudi menjawab, “Ini adalah hari baik, pada hari ini Allah selamatkan Bani Israil dari musuhnya, maka Musa ‘alaihissalam berpuasa pada hari ini. Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Saya lebih berhak mengikuti Musa dari kalian (kaum Yahudi). Maka beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan ummatnya untuk melakukannya”.
(HR Al Bukhari)
Perhatikan kata :
"Saya lebih berhak mengikuti Musa dari kalian" dalam Hadits tersebut.
Bagaimana jawabannya jika menganggap lantunan syair dalam maulid itu tidak disukai Nabi, dan tuduhan perayaan Maulid seperti nyanyian gereja ?
Rasulullah tidak pernah melarang para sahabatnya yang bersyair bahkan beliau menerima dan mengajaknya, mari kita perhatikan kisah saat menjelang perang Khandaq, pada waktu sedang menggali parit
Setelah sepakat untuk menggali parit sesuai usulan Salman al-Farisi, kaum Muslimin pun bergegas untuk melaksanakannya. Parit yang diharapkan bisa memisahkan kaum Muslimin dengan musuh ini terus dikebut pengerjaannya supaya bisa selesai sebelum musuh datang ke Madinah. Para Ulama ahli sirah berbeda pendapat tentang waktu yang dibutuhkan untuk pengga parit ini, beriksar antara enam sampai dua puluh empat hari.
(As-Siratun Nabawiyah, Ibnu Katsir, 3/180)
Para Sahabat sangat bersemangat dan antusias menggali parti karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam juga ikut bersama mereka dan tidak jarang mereka meminta bantuan Rasulullah untuk memecahkan batu-batu besar yang tidak sanggup mereka pecahkan. Untuk memompa semangat para Sahabat, Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam berkali-kali melantunkan syair yang kemudian di jawab oleh para Sahabat. Seorang Sahabat al-Barra bin Azib bercerita, “Pada waktu perang Ahzab atau Khandaq, aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengangkat tanah parit, sehingga debu-debu itu menutupi kulit beliau dari (pandangan) ku. Saat itu beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersenandung dengan bait-bait syair yang pernah diucapkan oleh Ibnu Rawahah, sambil mengangkat tanah beliau bersenandung:
‘Ya Allah, seandainya bukan karena-Mu, maka kami tidak akan mendapatkan petunjuk, tidak akan bersedekah dan tidak akan melakukan shalat, Maka turunkanlah ketenangan kepada kami, serta kokohkan kaki-kaki kami apabila bertemu dengan musuh.
Sesungguhnya orang-orang musyrik telah berlaku semena-mena kepada kami, apabila mereka menghendaki fitnah, maka kami menolaknya.
Beliau menyenandungkan bait-bait itu sambil mengeraskan suara diakhir”.
Mendengar Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam melantunkan bait syair, para Sahabatpun tidak mau tertinggal. Mereka mengatakan:
Kami adalah orang-orang yang telah berbaiat kepada Muhammad untuk setia kepada Islam selama kami masih hidup
Ucapan ini dijawab oleh Rasulullah dengan doa:
Ya, Allah sesungguhnya tiada kebaikan kecuali kebaikan akhirat maka berikanlah berkah kepada kaum Anshar dan Muhajirin
(As-Siratun Nabawiyah fi Dhau'il Mashadiril Ashliyyah, hlm. 445)
Bagaimana jawabannya jika mereka mengatakan pujian dalam Maulid adalah berlebihan ?
Dalil kaum Wahabi dalam menuduh maulid sebagai pujian yang berlebihan kepada Nabi Muhammad, seprti yang ditulis dalam situs ini
---------------------
Larangan Memuji Berlebihan
Dari Abu Bakrah radhiallahu anhu dia berkata: Ada seseorang yang memuji temannya di sisi Nabi shallallahu alaihi wasallam maka beliau bersabda:
وَيْحَكَ قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ، قطعت عنق صاحبك – مرارا-. إِذا كانِ أَحَدُكُمْ مادِحاً صَاحِبَهُ لاَ مَحالَةَ فَلْيَقُلْ: أَحْسِبُ
فُلاناً وَاللهُ حَسِيْبُهُ وَلا أُزَكِّي عَلَى اللهِ أَحَداً
“Celaka kamu, kamu telah memenggal leher temanmu, kamu telah memenggal leher temanmu -berulang-ulang-. Kalaupun salah seorang di antara kalian harus memuji temannya maka hendaknya dia mengatakan: Aku mengira dia seperti itu dan Allahlah yang menghisabnya, aku tidak memuji siapapun di hadapan Allah.” (HR. Muslim no. 3000)
Maksud kalimat ‘kamu telah memenggal leher temanmu’ adalah kiasan dari mencelakakan.
Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu anhu dia berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam mendengar seseorang memuji temannya dan berlebihan dalam memujinya maka beliau bersabda:
لَقَدْ أَهْلَكْتُمْ – أَوْ قَطَعْتُمْ ظَهْرَ – الرَّجُلِ
“Sungguh kamu telah mencelakakan -atau mematahkan punggung- lelaki itu.” (HR. Muslim no. 3001)
Kalimat ‘mematahkan punggung’ adalah kiasan dari mencelakakan.
Dari Al-Miqdad bin Al-Aswad radhiallahu anhu dia berkata:
أَمَرَنَا رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ نَحْثُوَ فِي وُجُوْهِ الْمَدَّاحِيْنَ التُّرَابَ
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan kami untuk menaburkan tanah ke wajah-wajah orang yang berlebihan dalam memuji.” (HR. Muslim no. 3002)
Dari Abu Bakrah radhiallahu anhu dia berkata: Ada seseorang yang memuji temannya di sisi Nabi shallallahu alaihi wasallam maka beliau bersabda:
وَيْحَكَ قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ، قطعت عنق صاحبك – مرارا-. إِذا كانِ أَحَدُكُمْ مادِحاً صَاحِبَهُ لاَ مَحالَةَ فَلْيَقُلْ: أَحْسِبُ فُلاناً وَاللهُ حَسِيْبُهُ وَلا أُزَكِّي عَلَى اللهِ أَحَداً
“Celaka kamu, kamu telah memenggal leher temanmu, kamu telah memenggal leher temanmu -berulang-ulang-. Kalaupun salah seorang di antara kalian harus memuji temannya maka hendaknya dia mengatakan: Aku mengira dia seperti itu dan Allahlah yang menghisabnya, aku tidak memuji siapapun di hadapan Allah.” (HR. Muslim no. 3000)
Maksud kalimat ‘kamu telah memenggal leher temanmu’ adalah kiasan dari mencelakakan.
Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu anhu dia berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam mendengar seseorang memuji temannya dan berlebihan dalam memujinya maka beliau bersabda:
لَقَدْ أَهْلَكْتُمْ – أَوْ قَطَعْتُمْ ظَهْرَ – الرَّجُلِ
“Sungguh kamu telah mencelakakan -atau mematahkan punggung- lelaki itu.” (HR. Muslim no. 3001)
Kalimat ‘mematahkan punggung’ adalah kiasan dari mencelakakan.
Dari Al-Miqdad bin Al-Aswad radhiallahu anhu dia berkata:
أَمَرَنَا رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ نَحْثُوَ فِي وُجُوْهِ الْمَدَّاحِيْنَ التُّرَابَ
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan kami untuk menaburkan tanah ke wajah-wajah orang yang berlebihan dalam memuji.” (HR. Muslim no. 3002)
----------------------
Memuji Rasulullah dengan Syair pernah dilakukan oleh para sahabat dihadapanNabi dan beliau menerima juga tidak melarangnya :
طلع البدر علينا # من ثنيات الوداع
وجب الشكر علينا # ما دعا لله داع
أيها المبعوث فينا # جئت بالأمر المطاع
TOKOH YANG MENGANJURKAN MAULID
Ibnu Taymiyah
Ibnu Taymiyah Abul Abbas Taqiuddin Ahmad bin Abdus Salam bin Abdullah bin Taimiyah al Harrani atau yang biasa disebut dengan nama Ibnu Taimiyah saja (lahir: 22 Januari 1263/10 Rabiul Awwal 661 H – wafat: 1328/20 Dzulhijjah 728 H), adalah seorang pemikir dan ulama Islam dari Harran, Turki.
Ibnu Taymiyyah berpendapat bahwa tiga generasi awal Islam, yaitu Rasulullah Muhammad SAW dan Sahabat Nabi, kemudian Tabi'in yaitu generasi yang mengenal langsung para Sahabat Nabi, dan Tabi'ut tabi'in yaitu generasi yang mengenal langsung para Tabi'in, adalah contoh yang terbaik untuk kehidupan Islam.
Pendapat Ibnu Taymiyah Tentang Maulid Nabi
Ibnu Taymiyah berkata :
فتعظيم المولد واتخاذه موسمًا قد يفعله بعض الناس، ويكون له فيه أجر عظيم لحسن قصده، وتعظيمه لرسول الله صلى الله عليه واله وسلم
“Adapun mengagungkan maulid dan menjadikannya acara rutin, itu dikerjakan oleh sebagian manusia, dan mereka mendapat pahala yang besar karena tujuan baik dan pengagungannya terhadap Rasulullah SAW”.
[Kitab Iqtidha' Shirathil Mustaqim : 297].
Ibnu Taymiyah juga berkata :
فتعظيم المولد واتخاذه موسماً قد يفعله بعض الناس ويكون لهم فيه أجر عظيم لحسن قصدهم وتعظيمهم لرسول الله صلى الله عليه وسلم
“Adapun mengagungkan maulid dan menjadikannya acara rutin, itu dikerjakan oleh sebagian manusia, dan mereka mendapat pahala yang besar karena tujuan baik dan pengagungannya terhadap Rasulullah SAW”.
[Kitab Majmu' Fatawa 23: 134].
=============================================================
Ibnu Katsir
Ismail bin Katsir (gelar lengkapnya Ismail bin 'Amr Al-Quraisyi bin Katsir Al-Bashri Ad-Dimasyqi, Imaduddin Abu Al-Fida Al-Hafizh Al-Muhaddits Asy-Syafi'i), Beliau adalah seorang pemikir dan ulama Muslim. Namanya lebih dikenal sebagai Ibnu Katsir.
Beliau lahir pada tahun 1301 di Busra, Suriah dan wafat pada tahun 1372 di Damaskus, Suriah.
Tercatat guru pertama Ibnu Katsir adalah Burhanuddin al-Fazari, seorang ulama penganut mazhab Syafi'i. Ia juga berguru kepada Ibnu Taymiyyah di Damaskus, Suriah, dan kepada Ibnu al-Qayyim. Ia mendapat arahan dari ahli hadis terkemuka di Suriah, Jamaluddin al-Mizzi, yang di kemudian hari menjadi mertuanya. Ia pun sempat mendengar langsung hadis dari ulama-ulama Hejaz serta memperoleh ijazah dari Al-Wani.
Tahun 1366, oleh Gubernur Mankali Bugha Ibnu Katsir diangkat menjadi guru besar di Masjid Ummayah Damaskus.
Ulama ini meninggal dunia tidak lama setelah ia menyusun kitab Al-Ijtihad fi Talab al-Jihad (Ijtihad Dalam Mencari Jihad) dan dikebumikan di samping makam gurunya, Ibnu Taimiyah.
Pendapat Ibnu Katsir Tentang Maulid Nabi
Ibnu Katsir memuji Raja Mudhaffar Abu Sa’id Al-Kukburi sebagai berikut :
وكان يعمل المولد الشريف في ربيع الأول ويحتفل به احتفالا هائلا
وكان مع ذلك شهما شجاعا فاتكا بطلا عاقلا عالما عادلا رحمه الله وأكرم مثواه
“Dan dia [Raja Mudhaffar] menyelenggarakan Maulid yang mulia di bulan Rabi’ul awwal secara besar-besaran. Ia juga seorang raja yang cerdas, pemberani kesatria, pandai, dan adil, semoga Allah mengasihinya dan menempatkannya ditempat yang paling baik”
[Kitab Bidayah wan-Nihayah 13 :136]
Ibnu Katsir juga berkata :
إن أول من أرضعته صلى الله عليه وسلم هي ثويبة مولاة أبي لهب وكان قد أعتقها حين بشرته بولادة النبي صلى الله عليه وسلم. ولهذا لما رآه أخوه العباس بعد موته في المنام بعدما رآه بشر خيبة، سأله: ما لقيت؟ قال: لم ألق بعدكم خيراً غير أني سقيت في هذه بعتاقتي لثويبة (وأشار إلى النقرة التي بين الإبهام والتي تليها من الأصابع).
“Sesungguhnya orang pertama kali menyusui Nabi SAW adalah Tsuwaybah yaitu budak perempuan Abu Lahab, dan ia telah dimerdekakan dan dibebaskan oleh Abu Lahab ketika Abu Lahab gembira dengan kelahiran Nabi SAW, karena demikian setelah meninggal Abu Lahab, salah seorang saudaranya yaitu Abbas melihatnya dalam mimpi, salah seorang familinya bermimpi melihat ia dalam keadaan yang sangat buruk,
dan Abbas bertanya : “Apa yang engkau dapatkan ?”
Abu Lahab menjawab : “Sejak aku tinggalkan kalian [mati], aku tidak pernah mendapat kebaikan sama sekali, selain aku diberi minuman di sini [Abu Lahab menunjukkan ruang antara ibu jarinya dan jari yang lain] karena aku memerdekaan Tsuwaybah”.
[Kitab Bidayah wan-Nihayah 2 : 272-273, kitab Sirah Al-Nabawiyah 1 :124, kitab Maulid Ibnu Katsir 21].
Ibnu Katsir mengagungkan malam Maulid Nabi, berikut kata beliau :
إن ليلة مولد النبي صلى الله عليه وسلم كانت ليلة شريفة عظيمة مباركة سعيدة على المؤمنين، طاهرة، ظاهرة
الأنوار جليلة المقدار
“Sungguh malam kelahiran Nabi SAW adalah malam yang sangat mulia dan banyak berkah dan kebahagiaan bagi orang mukmin dan malam yang suci, dan malam yang terang cahaya, dan malam yang sangat agung”. [Kitab Maulid iIbnu Katsir 19],
sebagaimana dikatakan oleh Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Ad-Durar Al-Kaminah mengatakan bahwa kitab tersebut adalah kitab Ibnu Katsir yang membolehkan Maulid Nabi dan di dalam nya membahas tentang perayaan peringatan Maulid Nabi.
=============================================================
Al-Dzahabi
Syamsuddin adz-Dzahabi yang dikenal sebagai seoarang sejarawan dan penulis biografi para ulama. Ia lebih dikenal dengan nama adz-Dzahabi, lahir di Damaskus pada tahun273 H / 1274 M. Hasrat intelektual adz-Dzahabi begitu tinggi sehingga menjadikandirinya menguasai pelbagai disiplin ilmu pengetahuan keislamanan
Al-Imam adz-Dzahabi wafat pada malam Senin, 3 Dzulqa’dah 748 H, diDamaskus, Syiria dan dimakamkan di pekuburan Bab ash-Shaghir
Pendapat Imam Al-Dzahabi Tentang Maulid Nabi
Az-Zahabi juga memuji Abu Said Al-Kukburi :
وكان متواضعًا ، خيِّرًا سنّيًا ، يحبّ الفقهاء والمحدّثين
“Dan adalah ia [Raja Mudhaffar] itu yang rendah diri, dan baik dan juga Sunni [Ahlus Sunnah Waljama'ah] dan ia mencintai Fuqaha’ [Ulama Fiqih] dan Muhadditsin [Ulama Hadits]“.
( Siyar A'lam An-Nubala' 22 : 336)
=============================================================
Ibnu Hajar al-Haitami
Nama lengkap beliau adalah Syihabuddin Ahmad bin Hajar al Haitami, Lahir di Mesir tahun 909 H. dan wafat di Mekkah tahun 974 H. Pada waktu kecil beliau diasuh oleh dua orang Syeikh, yaitu Syeikh.Syihabuddin Abul Hamail dan Syeikh Syamsuddin as Syanawi. Pada usia 14 tahun beliau dipindahkan belajar masuk Jami’ Al Azhar. Pada Unirnersitas Al Azhar beliau belajar kepada Syeikhul Islam Zakariya al Anshari dan lain-lain.
WAFAT
Setelah beliau menebarkan ilmunya di Makkah al-Mukarramah, dihadiri oleh ribuan murid-murid yang setia kepada beliau, umur yang berkat telah di habiskan untuk mengajar umat tentang agama mereka sehingga beliau lanjut usia, sakit pun mendatangi beliau sehingga beliau terpaksa meninggalkan kursi pengajian.
Pada tanggal 23 rajab tahun 974 hijriyah beliau wafata, Jenazah beliau diusung ke Masjid al-Haram, dan di shalatkan di bawah pintu ka`bah, kemudian dimakamkan di al-Ma`la.
Pendapat beliau tentang Maulid NAbi Muhammad SAW. :
“Siapa yang hendak membesarkan maulid Nabi saw. maka cukuplah disebutkan sekedar
ini saja akan kelebihannya. Bagi siapa yang tidak ada di hatinya hasrat untuk membesarkan maulid Nabi saw. sekiranya dipenuhi dunia ini dengan pujian ke atasnya, tetap juga hatinya tidak akan tergerak untuk mencintai Nabi saw. Semoga Allah menjadikan kami dan kalian di kalangan orang yang membesarkan dan memuliakannya dan mengetahui kadar kedudukan Baginda saw. serta menjadi orang yang teristimewa di kalangan orang-orang yang teristimewa di dalam mencintai dan mengikutinya. Aamiin, wahai Tuhan sekalian alam. Semoga Allah melimpahkan rahmat atas penghulu kami Nabi Muhammad saw. keluarganya dan sahabat-sahabatnya sekalian hingga Hari Kemudian.”
=============================================================
As-Sari As-Saqothy
As- Sari As-Saqathi nama lengkapnya adalah Abul Hasan Sari bin al-Mughallis as-Saqathi adalah murid Ma’ruf al-Karkhi dan paman Junaid al-Baghdadi. Beliau adalah seorang tokoh sufi yang terkemuka di Baghdad dan pernah mendapat tantangan dari Ahmad bin Hambali. Mula-mula ia mencari nafkah dengan berdagang barang-barang bekas dan beliau meninggal pada tahun 253 H / 867 M
Pendapat beliau tentang Maulid NAbi Muhammad SAW. :
“Siapa yang pergi ke suatu tempat yang dibacakan di dalamnya maulid Nabi saw. maka sesungguhnya ia telah pergi ke satu taman dari taman-taman syurga, karena tidaklah ia menuju ke tempat-tempat tersebut melainkan lantaran kerana cintanya kepada Nabi saw. Sesungguhnya Rasulullah saw. telah bersabda: “Sesiapa yang mecintaiku, maka ia akan bersamaku di dalam syurga.”
(sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
=============================================================
Fakhruddin ar-Rozi
Seorang ahli tafsir, beliau bernama Muhammad bin 'Amru bin Husain bin Hasan bin 'Ali abu 'Abdullah fakhruddin arrazy Alquraisyi alkubra Attaimy, masih keturunan Abu bakar assiddiq radhiallahu anhu.
Nama julukan beliau diantaranya Abu 'abdullah, abu fadhli, abul ma'ali dan paling terkenal adalah Al-fahkri arraziy atau Fakhruddin ar-Razi.
Beliau dilahirkan dikota Array pada tahun 544 hijriyah dan diwafatkan dihari raya idul fitri bertepatan dengan tahun 606 H. dikota Hirah.
Ada perbedaan tentang kelahiran beliau seperti yang dikemukan oleh doktor Muhammad bin Muhammad abu syahibah yang ditulis dalam kitabnya israilyyat wal mauhdu'at, bahwa beliau dilahirkan di iraq, dikota Array pada tahun 543 hijriyah.
Pendapat beliau tentang Maulid NAbi Muhammad SAW. :
“Tidaklah seseorang yang membaca maulid Nabi saw ke atas garam atau gandum atau makanan yang lain, melainkan akan zahir keberkatan padanya, dan setiap sesuatu yang sampai kepadanya (dimasuki) dari makanan tersebut, maka makanan tersebut akan bergoncang dan tidak akan tetap sehingga Allah mengampunkan orang yang memakannya”.
“Sekirannya dibacakan maulid Nabi saw. ke atas air, maka orang yang meminum seteguk dari air tersebut akan masuk ke dalam hatinya seribu cahaya dan rahmat, akan keluar daripadanya seribu sifat dengki, penyakit dan tidak mati hati tersebut pada hari dimatikan hati-hati”.
“Siapa yang membaca maulid Nabi saw. pada suatu dirham yang ditempa dengan perak atau emas dan dicampurkan dirham tersebut dengan yang lainnya, maka akan jatuh ke atas dirham tersebut keberkatan, pemiliknya tidak akan fakir dan tidak akan kosong tangannya dengan keberkatan Nabi saw.”
(sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
=============================================================
Imam as-Syafii
Abū ʿAbdullah Muhammad bin Idrīs al-Shafi'ī atau yang akrab dipanggil Imam Syafi'i
(Gaza, Palestina, 150 H / 767 - Fusthat, Mesir 204H / 819M)
Adalah seorang mufti besar Sunni Islam dan juga pendiri mazhab Syafi'i. Imam Syafi'i juga tergolong kerabat dari Rasulullah, ia termasuk dalam Bani Muththalib, yaitu keturunan dari al-Muththalib, saudara dari Hasyim, yang merupakan kakek Muhammad.
Saat usia 20 tahun, Imam Syafi'i pergi ke Madinah untuk berguru kepada ulama besar saat itu, Imam Malik. Dua tahun kemudian, ia juga pergi ke Irak, untuk berguru pada murid-murid Imam Hanafi di sana.
Pendapat beliau tentang Maulid NAbi Muhammad SAW. :
Telah berkata Imam Asy-Syafi’i: “Siapa yang menghimpunkan saudaranya (sesama Islam) untuk mengadakan majlis maulid Nabi saw., menyediakan makanan dan tempat serta melakukan kebaikan, dan dia menjadi sebab dibaca maulid Nabi saw. itu, maka dia akan dibangkitkan oleh Allah pada hari kiamat bersama ahli siddiqin (orang-orang yang benar), syuhada’ dan solihin serta berada di dalam syurga-syurga Na’im.
(sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
============================================================
Junaid al-Baghdady
Syeikh Abul Qasim Al-Junayd ibnu Muhammad al-Zujaj (Junayd al-Baghdadi) adalah putera dari seorang pedagang barang pecah belah dari Nahawand dan keponakan Sarri as-Saqathi, Ia juga dekat dengan Al-Muhasibi.
Beliau lahir dan besar di Irak. Abul Qasim Al-Junayd merupakan tokoh paling terkemuka dari mazhab Tasawuf, bahkan kelak beliau mendapat gelar sebagai Sayyidush Shufiyah (Pangeran Kaum Sufi).
Al-Junayd wafat di Baghdad pada hari Sabtu tahun 297H / 910M.
Pendapat beliau tentang Maulid NAbi Muhammad SAW. :
Telah berkata Junaid Al-Baghdadi semoga Allah mensucikan rahasianya: “Siapa yang menghadiri majlis maulid Nabi saw. dan membesarkan kedudukannya, maka sesungguhnya ia telah mencapai kekuatan iman”.* (sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
============================================================
Ma’ruf al-Karkhy
Nama lengkapnya Abu Mahfudz Ma’ruf bin Firus Al-Karkhi. Meski lama menetap di Baghdad, Irak, ia sesungguhnya berasal dari Persia, Iran. Hidup di zaman kejayaan Khalifah Harun Al-Rasyid dinasti Abbasiyah.
Pendapat beliau tentang Maulid NAbi Muhammad SAW. :
Telah berkata Ma’ruf Al-Karkhi: “Siapa yang menyediakan makanan untuk majlis membaca maulid Nabi saw. mengumpulkan saudaranya, menyalakan lampu, memakai pakaian yang baru, memasang bau yang wangi dan memakai wangi-wangian karena membesarkan kelahiran Nabi saw, niscaya Allah akan mengumpulkannya pada hari kiamat bersama kumpulan yang pertama di kalangan nabi-nabi dan dia berada di syurga yang teratas (Illiyyin)”
(sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
============================================================
Hasan al-Bashri
Hasan Al Bashri (Madinah, 642 - 10 Oktober 728) adalah ulama dan cendekiawan muslim yang hidup pada masa awal kekhalifahan Umayyah.
Hasan Al Bashri berguru pada para sahabat Nabi, antara lain Utsman bin Affan, Abdullah bin Abbas, Ali bin Abi Talib, Abu Musa Al-Asy'ari, Anas bin Malik, Jabir bin Abdullah and Abdullah bin Umar.
Nama lengkap Hasan Al Bishri ialah Abu Said Al Hasan bin Abi Al Hasan bin Yasar Al Bishri adalah Maula Al Anshari. Ibunya bernama Khairah, budak Ummu Salamah yang di merdekakan, dikatakan Ibnu Sa’ad dalam kitab tabaqat Hasan adalah seorang alim yang luas dan tinggi ilmunya, terpercaya, seorang hamba yang ahli ibadah lagi pula fasih bicaranya .
Beliau salah seorang fuqaha yang berani berkata benar dan menyeru kepada kebenaran dihadapan para pembesar negeri dan seorang yang sukar diperoleh tolak bandingnya dalam soal ibadah . Beliau menerima hadits dari Abu Bakrah, Imran bin Husein, Jundub, Al Bajali, Muawwiyah, Anas, Jabir dan meriwayatkan hadits dari beberapa sahabat diantaranya ‘Ubay bin Ka’ab, Saad bin Ubadah, Umar bin Khattab walaupun tidak bertemu dengan mereka atau tidak mendengar langsung dari mereka. Beliau adalah ulama ternama di Basrah, Imam Al Bagir ra. Mengatakan,’’ Jika di sebutkan tentang ketokohan Al Hasan artinya yang dimaksud ucapan Al Hasan menyerupai ucapan para Nabi,
Beliau wafat tahun 110 H. dalam usia 88 tahun dan kemudian hadits-hditsnya diriwayatkan oleh Jarir bin Abi Hazim, Humail At Thawil, Yazid bin Abi Maryam, Abu Al Asyhab, Sammak bin Harb, Atha bin Abi Al Saib, Hisyam bin Hasan dan lain-lain.
Pendapat beliau tentang Maulid NAbi Muhammad SAW. :
Telah berkata Hasan Al-Bashri: “Aku suka seandainya aku mempunyai emas setinggi gunung Uhud, maka aku akan membelanjakannya untuk membaca maulid Nabi saw.
(sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
=============================================================
Ali bin Abi Tholib Karomallahu wajhah,
lahir sekitar 13 Rajab 23 Pra Hijriah/599 – wafat 21 Ramadan 40 Hijriah/661, adalah salah seorang pemeluk Islam pertama dan juga keluarga dari Nabi Muhammad. Menurut Islam Sunni, Beliau adalah Khalifah terakhir dari Khulafaur Rasyidin. Beliau juga sepupu dari Nabi Muhammad, dan setelah menikah dengan Fatimah az-Zahra, ia menjadi menantu Nabi Muhammad.
Pendapatnya tentang Maulid NAbi :
Telah berkata ‘Ali : “Siapa yang membesarkan majlis maulid Nabi saw. dan karenanya diadakan majlis membaca maulid, maka dia tidak akan keluar dari dunia melainkan dengan keimanan dan akan masuk ke dalam syurga tanpa hisab”.
(sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
=============================================================
Utsman bin ‘Affan Dzun-Nuraini
Utsman bin Affan 574 – 656 / 12 Dzulhijjah 35 H; umur 81–82 tahun, Beliau adalah sahabat Nabi Muhammad SAW yang termasuk Khulafaur Rasyidin yang ke-3. Utsman adalah seorang yang saudagar yang kaya tetapi sangatlah dermawan. Beliau juga berjasa dalam hal membukukan Al-Qur'an.
Beliau adalah khalifah ketiga yang memerintah dari tahun 644 (umur 69–70 tahun) hingga 656 (selama 11–12 tahun). Selain itu sahabat nabi yang satu ini memiliki sifat yang sangat pemalu.
Utsman bin Affan adalah sahabat nabi dan juga khalifah ketiga dalam Khulafaur Rasyidin. ia dikenal sebagai pedagang kaya raya dan ekonom yang handal namun sangat dermawan. Banyak bantuan ekonomi yang diberikannya kepada umat Islam di awal dakwah Islam. Ia mendapat julukan Dzunnurain yang berarti yang memiliki dua cahaya. Julukan ini didapat karena Utsman telah menikahi puteri kedua dan ketiga dari Rasullah Saw yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum.
Pendapatnya tentang Maulid NAbi :
Telah berkata Sayyidina Utsman: “Siapa yang menafkahkan satu dirham untuk majlis membaca maulid Nabi saw. maka seolah-olah ia menyaksikan peperangan Badar dan Hunain”
(sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
=============================================================
Umar bin Khottob al-Furqon
Umar bin Khattab bin Nafiel bin Abdul Uzza atau lebih dikenal dengan Umar bin Khattab (581 - November 644) adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad yang juga adalah khalifah kedua Islam (634-644). Umar juga merupakan satu diantara empat orang Khalifah yang digolongkan sebagai Khalifah yang diberi petunjuk (Khulafaur Rasyidin).
Umar dilahirkan di kota Mekkah dari suku Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy, suku terbesar di kota Mekkah saat itu. Ayahnya bernama Khattab bin Nufail Al Shimh Al Quraisyi dan ibunya Hantamah binti Hasyim. Umar memiliki julukan yang diberikan oleh Muhammad yaitu Al-Faruk yang berarti orang yang bisa memisahkan antara kebenaran dan kebatilan.
Keluarga Umar tergolong dalam keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis, yang pada masa itu merupakan sesuatu yang langka. Umar juga dikenal karena fisiknya yang kuat dimana ia menjadi juara gulat di Mekkah.
Pendapatnya tentang Maulid NAbi :
Telah berkata Sayyidina ‘Umar: “Siapa yang membesarkan (memuliakan) majlis maulid Nabi saw. maka sesungguhnya ia telah menghidupkan Islam.”
(sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
=============================================================
Abu Bakar ash-Shiddiq
Abu Bakar lahir: 572 - wafat: 23 Agustus 634/21 Jumadil Akhir 13 H, termasuk di antara mereka yang paling awal memeluk Islam. Setelah Nabi Muhammad wafat, Abu Bakar menjadi khalifah Islam yang pertama pada tahun 632 hingga tahun 634 M. Lahir dengan nama Abdullah bin Abi Quhafah,
Beliau adalah satu diantara empat khalifah yang diberi gelar Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang diberi petunjuk.
Abu Bakar Ash-Shidiq Nama lengkapnya adalah 'Abd Allah ibn 'Utsman bin Amir bi Amru bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib bin Fihr al-Quraishi at-Tamimi'. Bertemu nasabnya dengan nabi SAW pada kakeknya Murrah bin Ka'ab bin Lu'ai. Dan ibu dari abu Bakar adalah Ummu al-Khair salma binti Shakhr bin Amir bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim yang berarti ayah dan ibunya sama-sama dari kabilah bani Taim.
Abu Bakar adalah ayah dari Aisyah, istri Nabi Muhammad. Nama yang sebenarnya adalah Abdul Ka'bah (artinya 'hamba Ka'bah'), yang kemudian diubah oleh Muhammad menjadi Abdullah (artinya 'hamba Allah'). Muhammad memberinya gelar Ash-Shiddiq (artinya 'yang berkata benar') setelah Abu Bakar membenarkan peristiwa Isra Miraj yang diceritakan oleh Muhammad kepada para pengikutnya, sehingga ia lebih dikenal dengan nama "Abu Bakar ash-Shiddiq".
Pendapatnya tentang Maulid NAbi :
Telah berkata Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq: “Barangsiapa yang menafkahkan satu dirham bagi menggalakkan bacaan Maulid Nabi saw., maka ia akan menjadi temanku di dalam syurga.”
(sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
Langganan:
Postingan (Atom)