Kamis, 02 Juni 2011

ANTARA BUNGA DAN BAGI HASIL

ANTARA BUNGA DAN BAGI HASIL

Oleh:
Fikri Indra Silmy
(Lisensi UIN Syarif Hidayatullah, Ketua Bidang Syiar, FoSSEI Jabodetabek)
Istilah bunga dan bagi hasil rasanya sangat familiar di tengah-tengah kita. Apalagi setelah lahirnya perbankan syariah di Indonesia tahun 1992, yang awalnya disebut bank bagi hasil. Bunga dapat kita artikan sebagai tambahan berupa persentase dari apa yang kita berikan kepada orang (utang). Misalnya kita berhutang kepada seseorang, maka kita diharuskan untuk membayar lebih sesuai nilai uang yang kita berikan. Walaupun kita untuk banyak atau bahkan rugi kita diharuskan membayar dengan kelebihan yang sudah disyaratkan di awal tadi.
Berbeda dengan bagi hasil/rugi, bagi hasil adalah pembagian hasil usaha yang kita belum tahu tingkat keuntungan yang ada nanti. Jadi pada bagi hasil, tidak ditentukan pembayaran kelebihan nantinya, sehingga bisa dikatakan keuntungannya masih remang-remang. Jika usaha mendapat keuntungan maka keuntungan tersebut dapat dibagi-bagi sesuai kesepakatan, namun jika rugi maka kerugian pun harus dapat dibagi-bagi (secara prinsip).
Beberapa hari yang lalu, ketika saya menonton tv yang menyiarkan siaran langsung pemanggilan wakil presiden Boediono terkait hal Century, saya menyimak sepetik kata yang dikatakan oleh ‘Pak Wapres’ bahwa, sesungguhnya pem-bail out-an Bank Century adalah karena banyaknya uang orang Indonesia yang pergi keluar negeri, sebab di luar negeri keuntungan dari tabungan lebih banyak dibandingkan yang ditawarkan di Indonesia. Hal ini memicu kekosongan kas perbankan sehingga dana kredit investasi pun kosong.
Mari kita kesampingkan kasus century tersebut, yang saya ingin garis bawahi adalah keuntungan yang lebih menjanjikan ketika menabung di luar negeri.
Ketika saya mengingat-ingat pelajaran yang telah saya dapatkan ketika kuliah, bahwa ketika bunga bank naik, akan memicu naiknya keinginan nasabah untuk menitipkan uangnya ke bank, namun akan menyulitkan nasabah kredit yang menginkan dana untuk pengembangan usahanya karena bunga yang tinggi. Maka, dapat disimpulkan ketika bunga naik, penabung naik, tapi investasi akan lesu karena bunga bank tinggi.
Namun jika kita nalarkan sebaliknya, ketika bunga bank turun, nasabah penabung turun, dan investasi akan naik. Benarkah itu???? Mari kita selidiki..
Saya rasa dalam kejadian bunga bank naik sudah jelas. Namun agak kurang jelas ketika bunga turun, yang mengakibatkan nasabah penabung turun namun investasi naik. ‘Nasabah penabung turun, investasi naik’, dalam kata-kata ini saya kira ada ketimpangan yang terjadi. Mana mungkin uang yang tidak ada dapat menaikkan investasi??
Uang masyarakat akan pergi keluar negeri yang menjanjikan keuntungan yang lebih besar, jika bunga dalam negeri rendah. Akibatnya terjadi kekosongan dalam perbankan sehingga walaupun dapat menarik minat penegmbangan usaha , tetap saja uangnya tidak ada.
Terlihat kebingungan di sini, mau bunga rendah atau tinggi? Karena keduanya sama-sama tidak dapat mengembangkan ekonomi.
Berbeda dengan bagi hasil yang tidak ada kepastian keuntungan di awal. Antara pemodal dan pelaku usaha akan saling mendo’akan, pemodal mendoakan pengusaha agar mendapatkan keuntungan, dan pengusaha pun tidak perlu takut untuk rugi karena tidak harus membayar kelebihan yang ada, dengan catatan usaha harus dijalankan dengan serius dan tidak lalai. Jika lalai pengusaha harus dapat mengembalikan seluruh kerugian dari modal yang diberikan pemodal tanpa tambahan.
Sehingga akan tumbuh jiwa tolong-menolong baik pemodal dan pengusaha. Ketika jiwa tolong-menolong timbul maka saya yakin ekonomi pun akan meningkat. Harta akan menyebar bukan hanya bagi orang kaya tapi juga akan menyebar ke orang menengah bahkan orang miskin sekalipun. Ketika itu terjadi saya yakin kesejahteraan akan meningkat.
Jadi mau pilih mana bunga tinggi, bunga rendah, atau bagi hasil???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar