Kamis, 02 Juni 2011

Jalannya Ekonomi Sektor Rill (analisis keberhasilan krisis 2008 dengan kegagalan Krisis 1998)

Jalannya Ekonomi Sektor Rill

(analisis keberhasilan krisis 2008 dengan kegagalan Krisis 1998)

Oleh:
Imam Purnarko
(KSEI UNJ, Koordinator Komisariat Jaktim-Jakpus FoSSEI Jabodetabek)
Teringat Peristiwa 1998 dimana pada waktu itu Indonesia mengalami krisis yang begitu menyengsarakan rakyatnya, sesungguhnya krisis pada waktu itu tidak terlepas dari nuansa politik yang memanas. Sehingga kebutuhan akan pelunasan hutang luar negeri bernominal Dollar yang telah melonjak menyebabkan Uang rupiah terdepresiasi dan menyebabkan kejatuhan bangsa Indonesia. Sesungguhnya symptom/ gejala pada waktu itu telah menyebabkan Indonesia mengalihkan utangnya dari luar negeri ke luar negeri. Namun tanpa disadari ternyata dari itu semua Negara kita telah tergadaikan dengan tunduknya presiden pada waktu itu Soeharto kepada perjanjian IMF yang sampai saat ini terasa mencekik bangsa.
Berbeda dengan krisis yang dialami oleh bangsa ini sekarang ini, walaupun sadar atau tidak nuansa politik memang memanas, dengan analogy yang dibuat-buat terkesan sama seperti kasus bank Bali pada era-98. Bank century mendapatkan kucuran dana 6,7 triliun yang menyebabkan bangsa ini mendapatkan banyak sekali agenda-agenda di DPR dimana para wakil rakyat mendapatkan sorotan langsung dari masyarakat.
Inti dari semua itu adalah bahwa kasus krisis bangsa pada saat ini (2008 )memiliki indikasi penting dalam hal penyelesaiannya yang memang harus di apresiate Karena memang tidak berdampak sistemik.
Pertama: pada saat krisis 1998 bangsa ini diserang oleh arus gelombang politik yang begitu besar, ada aliran besar kerusuhan paska aksi mahasiswa turun kejalan, sektor rill benar-benar tidak berfungsi, makanan hari itu merupakan harta yang paling berharga. Sedangkan pada saat ini krisis tidak sama sekali menyerang sektor rill yang sesungguhnya merupakan ujung tombak bangsa ini. Masyarakat kita masih bisa berdagang dan bertransaksi dengan nyaman, walaupun sebagian dalih yang nyatanya paling ampuh sehingga tidak mampu menarik dalang dari krisis pada saat ini, yaitu aspek psikologi, dimana dengan dalih yang tidak dapat diukur dari analisis statistik ini seakan dana 6,7 trilliun sah di gelontorkan.
Kedua : pada saat krisis 1998 seperti ulasan diatas berhutang cukup besar kepada Bangsa asing, dimana Individu dapat dengan bebas meminjam uang kepada asing akibat mudahnya perizinan, bahkan pada waktu itu suku bunga di Indonesia mencapai tingkat suku bunga tertinggi dalam persaingan usaha yaitu 50% lebih, suku bunga yang dikeluarkan oleh Bank Exim( sekarang bank Mandiri). Krisis sekarang berbeda jauh dimana pada saat ini persaingan suku bunga tidak sesengit pada waktu itu, bangsa kita tidak perlu berkutat untuk dapat membayar bunga luar negeri, obligasi berupa ORI, SBI,dll yang nyata-nyata menyebabkan bangsa ini harus disibukkan membayar bunga belum jatuh tempo. Ada pula asing sudah masuk mengendalikan investasinya di Indonesia sehingga mereka akan terkena dampak seandainya hal ini berlaku sistemik.
Terakhir: walaupun aspek ini tidak dianggap begitu penting, namun memiliki andil besar dalam menyelesaikan krisis ekonomi yang dibesar-besarkan ini, masyarakat yang saat ini sudah terngiang dengan kejadian yang begitu menyulitkan bangsa tidak dapat di sulut oleh arahan politik seperti aksi masa dan lain-lain. Malah sepertinya ada oknum tertentu yang bermain untuk dapat mengalihkan berita terpenting ini, sehingga berita kasus BLBI dapat segera di tutup secara tak terduga., berbeda sekarang bangsa ini dapat terus mengakses kasus Century tanpa mau dialihkan oleh berita-berita di Televisi.
Ketiga analisis diatas merupakan subjektif penulis yang harus segera dikritisi, akan tetapi kenyataanya memang pergerakan sektor rill sekarang ini tidak terpengaruh oleh gejolak-gejolak politik sehingga nyatalah bangsa ini terselamatkan oleh pergerakan 99% sektor rill, seorang ibu masih bisa menjual kuenya dipasar, masyarakat tidak tertarik melakukan rush besar-besaran karena menang Bank Century hanya bisa diakses oleh pemilik modal-modal besar, yang dikumpulkan secara massif mirip kasus Exim yang memberikan bunga diatas rata-rata standar pemerintah. Ekonomi Rakyat ini lah yang seharusnya ditingkatkan dimana keterkaitan antara sektor perbankan dengan para peminjam modal harus diberdayakan selaku mitra bukan seperti lintah yang hanya menghisap darah dikala binatang lain berusaha mencari makanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar