Kamis, 02 Juni 2011

PASAR MODAL UNDERCOVER

PASAR MODAL UNDERCOVER

Oleh:
Abdul Wahid Al-Faizin
(Progres STEI Tazkia, Koordinator Komisariat Bogor, FoSSEI Jabodetabek)

Bencana Pasar Modal
Di akhir tahun 2008 silam, dunia dihebohkan dengan adanya sebuah krisis maha dahsyat yang menghantam perekonomian hampir seluruh Negara di dunia yaitu krisis keuangan global. Krisis yang bermula dari kasus Subprime Mortgage di Amerika ini, mampu merontokkan nilai saham-saham yang listing di bursa saham dunia dalam sekejap. Akibat krisis tersebut perekonomian negara-negara di dunia mengalami resesi atau bahkan kontraksi. PHK pun tidak terelakkan lagi terjadi di mana-mana. Akibatnya, kemiskinan dan pengangguran meraja rela serta menjadi masalah di berbagai negara di dunia. Berbagai upaya pun dilakukan oleh berbagai negara yang terkena dampak krisis keuangan global tersebut. Bahkan Amerika Serikat yang selama ini menganut idiologi kapitalis yang anti intervensi pun pada akhirnya mengambil tindakan dalam menangani dampak krisis tersebut. Tidak tanggung-tanggung, negara asal film-film Hollywood ini mengeluarkan dana sebesar US$ 700 miliyar untuk menyelamatkan perekonomiannya.
Krisis yang bermula dari kegagalan pasar modal ini juga berperan penting dalam peningkatan kasus bunuh diri di dunia. WHO sebagai mana yang dikutip oleh “Pikiran Rakyat” memperingatkan bahwa Krisis keuangan global tampaknya akan meningkatkan gangguan kesehatan mental yang akan memicu kasus bunuh diri. Salah satu kasus bunuh diri yang paling menghebohkan adalah kasus bunuh diri seorang Milyader Jerman Adolf Merckle pada tanggal 5 Januari 2009 silam. Orang terkaya ke-5 di Jerman yang juga berada di urutan ke-94 orang terkaya di dunia menurut majalah Forbes ini bunuh diri dengan cara menabrakkan diri ke arah kereta yang melaju kencang.
Tidak hanya itu, berbagai perusahaan raksasa multinasional pun tidak berdaya menghadapi cengkraman krisis keuangan global di atas. Bahkan perusahaan besar sekaliber Lehman Brothers dan General Motor pun terkapar lemas akibat krisis tersebut. Keduanya terancam gulung tikar andai saja pada saat itu pemerintah Amerika tetap pada prinsip kolotnya yang tidak mau melakukan intervensi. Menurut laporan ADB -sebagai mana yang dikutip di Jurnal ekonomi Idiologi edisi 10 Maret 2009- kerugian dunia akibat krisis keuangan global pada tahun 2008 silam mencapai US$ 50 trilyun atau setara Rp 600 ribu trilyun (dengan kurs Rp 12.000/dollar AS pada saat itu). Angka tersebut tergolong spektakuler karena mencapai 121 kali lipat PDB Indonesia 2008 yang hanya  sebesar Rp4.954,0 triliun.
Berbagai kasus di atas merupakan sebagian kecil dari keliaran pasar modal yang selama ini diagung-agungkan oleh banyak negara. Krisis tersebut merupakan bukti bahwa pasar modal selama ini telah mengalami banyak pelencengan dari fitrahnya. Tulisan ini mencoba menelusuri berbagai macam penyimpangan yang selama ini terjadi di pasar modal.
Penyimpangan dari Fitrah Pasar Modal
Kalau kita lihat sejarah krisis yang ada di dunia, hampir seluruhnya bermula dari sektor pasar modal. Hal ini dapat kita lihat dari ambruknya bursa saham Wall Street di tahun 1929 yang disusul oleh resesi ekonomi yang berkepanjangan di tahun 1930-an, 1940, 1970, 1980, Black Monday 1987, krisis moneter tahun 1997 di regional Asia. Seperti tidak pernah berhenti krisis yang diakibatkan oleh pasar modal tersebut terjadi kembali pada akhir tahun 2008 (Firmansyah: 2009). Krisis global yang bermula dari Amerika tersebut seperti kado akhir tahun yang amat pahit bagi perekonomian dunia. Namun anehnya dunia seakan tidak pernah disadarkan oleh kebobrokan sistem ekonomi kapitalis yang bertumpu pada sektor pasar modal. Boro-boro memperbaiki kerapuhan sistem pasar modal yang brobok ini, sebaliknya mereka menganggap krisis tersebut sebagagai hal biasa yang merupakan keniscayaan dari sebuah siklus perekonomian.
Kalau kita telusuri lebih lanjut, kita akan tahu bahwa kehancuran pasar modal yang selama ini terjadi berulang-ulang tidak terlepas dari adanya beberapa penyimpangan terhadap tujuan dan fungsi utama pasar modal yang menjadi fitrahnya. Tujuan utama dari pasar modal yang dimaksud adalah:
Pertama, sebagai institusi yang digunakan oleh perusahaan untuk mendapatkan dana murah untuk menjalankan kegiatan usahanya. Dari sinilah seharusnya fungsi intermediasi dari pasar modal menjadi sangat urgent. Namun pada kenyataannya pasar modal berubah menjadi lahan bagi para spekulan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Akibatnya pasar modal seolah menjadi hutan rimba yang memungkinkan masing-masing spekulan yang bermain di dalamnya untuk saling mencengkram satu sama yang lain. Tidak jarang kita mendengar seorang investor yang sangat bahagia karena memperoleh keuntungan bermilyar-milyar dalam hitungan menit saja, sementara seorang investor lainnya harus kecewa atau bahkan bunuh diri akibat kerugian besar yang dialaminya. Di sinilah hukum rimba seakan berlaku.
Kedua, sebagai sarana investasi masyarakat. Dalam hal ini, keberadaan pasar modal memberikan pilihan bagi masyarakat untuk berinvestasi. Dengan adanya pasar modal, masyarakat tidak hanya bisa menginvestasikan hartanya dalam bentuk properti, emas atau deposito di Bank, namun juga bisa menginvestasikan kekayaannya dalam bentuk saham dan obligasi.
Sebagai sebuah investasi yang ideal, investasi di pasar modal seharusnya merupakan investasi jangka panjang, yaitu dengan cara menginvestasikan dana di perusahaan yang listing di pasar modal. Dengan demikian, masyarakat bisa berpartisipasi untuk memiliki perusahaan yang sehat dan berprospek cerah.
Namun, bagai panggang yang jauh dari apinya, kebanyakan investor yang bermain di pasar modal bukanlah investor yang memilik tujuan investasi jangka panjang. mayoritas dari mereka hanya mencari keuntungan dari capital gain saja bukan dari deviden. Akibatnya tidak jarang mereka menyebarkan beberapa isu yang meresahkan dengan tujuan meningkatkan harga saham yang mereka miliki. Dengan demikian mereka akan mendapatkan capital gain yang besar dari kenaikan harga saham yang semu tersebut.
Ketiga, sebagai leading indicator bagi trend ekonomi sebuah negara. Sebagai leading indicator, pasar modal seharusnya merepresentasikan kondisi riil dari perekonomian yang ada di sebuah negara. Perkembangan pasar modal pun seharusnya sejalan dengan perkembanga sektor riil. Akan tetapi pada kenyataannya perkembangan pasar modal selama ini jauh meninggalkan sektor riil yang merupakan tulang punggung perekonomian. Hal ini dapat kita lihat dari omzet pasar finansial pada tahun 2006 – termasuk di dalamnya pasar modal- yang mencapai 2 trilyun US$ perhari. Sedangakan omzet dari pasar barang dan jasa hanya sebesar 7 trilyun US$ pertahun. Hal inilah yang oleh Drucke sebagai mana yang dikutip oleh Prof. Didin S. Damanhuri disebut proses Decoupling yang pada gilirannya menimbulkan Bubble Economy bagi perekonomian sebuah negara. Bubble Economy ini pada akhirnya nanti akan meletus dan memberikan bencana perekonomian maha dahsyat bagi dunia sebagai mana krisis-krisis yang selama ini terjadi.
Selain itu sebagai leading indicator, harga saham-saham yang listing di pasar modal pun seharusnya menjadi representatif dari kinerja perusahaan. Tinggi rendahnya sebuah saham seharusnya sangat tergantung dari baik atau jeleknya kinerja persuahaan yang menerbitkannya. Namun ironisnya, kenaikan harga sebuah saham acap kali berupa kenaikan yang semu belaka. Tidak jarang kenaikan nilai dari saham hanya diakibatkan oleh aksi goreng saham dari para pemain saham saja, tidak oleh kinerja baik dari perusahaan yang menerbitkannya. Kenaikan harga saham yang berlipat ganda dari harga yang seharusnya inilah yang pada akhirnya akan memperparah kondisi Bubble Economy bagi perekonomian sebuah negara. Hal ini dapat kita lihat dari kasus Subprime Mortgage yang merupakan pemicu terjadinya krisis keugangan global pada akhir tahun 2008 kemarin. Di mana harga sekuritas yang diterbitkan atas perumahan yang menjadi jaminannya jauh berkali lipat dari harga pasar dari perumahan tersebut.

Yahudi di Balik Pasar Modal
Nama Yahudi mungkin tidak asing lagi di telinga kita. Nama Yahudi akan selalu terlintas di benak kita ketika kita mendengarkan nama Palestina korban kebiadaban Israel yang merupakan negara bangsa Yahudi. Selain memiliki bakat menjajah, Yahudi juga memiliki kelihaian dalam menguasai dan mebangun sebuah kerajaan bisnis. Dengan jaringan yang mereka miliki, mereka berusaha menguasai seluruh aspek kehidupan dunia, mulai dari politik sampai ekonomi. Menurut Anton A. Ramdan, ambisi Yahudi untuk menguasai dunia ini didorong oleh pandangan mereka bahwa ras mereka adalah ras yang paling tinggi di dunia sehingga harus menguasai dunia. Pandangan tersebut berdasarkan ajaran yang ada pada kedua kitab yang menjadi pegangan mereka yaitu Taurat dan Talmud. Di antara ayat-ayat yang menjelaskan hal tersebut adalah “di mana saja mereka (orang Yahudi) datang, mereka akan menjadi pangeran raja-raja”(Sanhedrin 104a). Ayat lainnya adalah “air mani yang darinya tercipta bangsa-bangsa lain yang berada di luar agama Yahudi adalah air mani kuda” (Yerussalem, 94).
Dalam misinya untuk menguasai dunia, Yahudi melakukan berbagai strategi dan cara, di antaranya adalah dengan melobi institusi-institusi berpengaruh di dunia seperti IMF dan PBB. Bahkan tidak jarang mereka melakukan cara yang tidak halal untuk mencapai tujuan mereka menguasai dunia tersebut. Ironisnya, pencapaian tujuan dengan memakai cara yang tidak halal tersebut mendapatkan legitimasi dari kitab pegangan mereka. Legitimasi tersebut dapat kita lihat misalnya di dalam Babha Kama 113a yang berbunyi “setiap orang Yahudi boleh menggunakan kebohongan dan sumpah palsu untuk membawa seorang non-Yahudi kepada kejatuhan”. Ayat yang lainnya adalah “kepemilikan orang non-Yahudi seperti padang pasir yang tidak bertuan. Semua orang Yahudi yang merampasnay berarti dia telah memilikinya” (Talmud IV/1/113b)
Berdasarkan ajaran di atas, tidak heran kiranya kalau kita lihat beberapa pebisnis besar Yahudi sering melakukan ulah yang mengakibatkan kehancuran dunia. Kita mungkin masih ingat bagai mana ulah yang dilakukan oleh Goerge Soros dalam menghancurkan perekonomian Inggris. Dia menjual uang poundsterling dalam jumlah besar senilai $10 miliar dalam waktu yang sangat singkat. Peristiwa ini dikenal dengan Black Wednesday karena terjadi pada hari Rabu 16 September 1992. Tindakan Goerge Soros tersbut mengakibatkan Bank of England bangkrut. Sedangkan dia mendapatkan keuntungan sebesar US$1,1 miliyar dalam waktu singkat. Tidak hanya di Inggris, Goerge Soros juga menjadi otak di balik krisis yang melanda Asia pada tahun 1997. Di Indonesia sendiri, Krisis ini merambat menjadi krisis multidimensi yang berakhir dengan adanya reformasi.
Di antara strategi Yahudi dalam menguasai perekonomian dunia adalah dengan cara menguasai pasar modal dan pasar uang. Strategi ini dapat kita ketahui dengan jelas dari protokol 9 dari 24 Protocols of Zion. Dalam protokol 9 dijelaskan “pemerintah non-Yahudi harus digiring agar mau berhutang kepada kita. Agar  beban mereka terus meningkat, kita harus memperbanyak pasar modal dan pasar uang dan harus pandai memainkannya. Bila sudah menguasai sektor keuangan, kita akan menghentikan pasar modal dalam posisi ekonomi tetap stabil dan kita berusaha jangan sampai rugi”. Ulah Goerge Soros di atas merupakan salah satu bukti bagai mana Yahudi menguasai sektor keuangan dan mampu mempermainkannya.

Islam dan Penyimpangan Pasar Modal
Kalau kita teliti secara menyeluruh, seluruh transaksi dalam Islam selalu mengarah kepada sektor riil. Dalam Islam, setiap transaksi harus memiliki Ma’qud alaih (objek transaksi) yang nyata dan diketahui dengan jelas. Setiap transaksi yang tidak memilik objek yang jelas dilarang oleh Islam. Oleh karena itulah, dapat kita simpulkan bahwa segala jenis akad yang ada dalam Islam seperti Mudlarabah, Murabahah dan Ijarah akan selalu berujung pada penciptaan barang dan jasa.
Menurut Ali Sakti Islam tidak mengenal adanya sektor moneter. Menurut dia kebijakan dan sektor moneter dalam Islam hanya diperlukan bila digunakan untuk menopang sektor riil. Perkembangan sektor moneter dalam Islam harus mengikuti perkembangan sektor riil, bukan sebaliknya sebagai mana yang terjadi dengan sektor moneter sekarang. Di mana sektor moneter jauh meninggalkan sektor riil yang ada. Dengan demikian, dalam Islam tidak pernah dikenal adanya istilah Decoupling antara sektor riil dan moneter sebagai mana yang ada di sistem ekonomi konvensioanl.
Berdasarkan hal di atas, dalam pandangan Islam, pasar modal yang merupakan bagian dari sektor financial seharusnya memberikan peranan penting bagi perkembangan perekonomian riil bagi sebuah negara. Pasar modal sejatinya menjadi instrument yang paling efisien bagi perusahaan guna mendapatkan dana murah untuk melakukan ekspansi usahanya yang pada akhirnya akan meningkatkan output riil bagi negara. Inilah fitrah pasar modal yang sebenarnya.
Kehancuran ekonomi yang selama ini terjadi tidak lain diakibatkan oleh adanya penyimpangan pasar modal dari fitrah aslinya sebagai pendukung sektor riil. Ekonomi ribawi yang selama ini diterapkan oleh perekonomian konvensional telah menjadikan pasar modal menjadi liar dan memakan banyak korban. Keliaran pasar modal tersebut diperparah lagi oleh ulah para spekulan yang hanya mencari keuntungan dengan cara memancing di air keruh. Mereka hanya mencari keuntungan yang sebesarnya saja  tanpa memperhatiakan dampak tindakan mereka yang merusak perekonomian.
Dalam pandangan Islam, Bunga dan spekulasi inilah yang selama ini menggerogoti perekeonomian. Selagi keduanya masih meliputi perekonomian, proses Decoupling akan selamanya terjadi dalam sebuah perekonomian. Oleh karena itulah Islam sangat mengecam keduanya. Larangan tentang riba sangat jelas dikemukakan dalam al-qur’an pada surat Al-Baqarah ayat 278. Allah SWT berfirman: Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian orang-orang yang beriman (QS. Al Baqarah: 278). Sedangkan transaksi spekulatif digambarkan oleh al-qur’an sebagai sesuatu yang kotor dan menjijikkan. Allah SWT berfirman: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minum khamr, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaithan (QS. Al maidah: 90).
Krisis keuanga global yang bermula dari kehancuran pasar modal baru-baru ini seharusnya menjadi momentum penting bagi bangkitnya ekonomi Islam. Di sinilah sebenarnya ekonomi Islam ditantang untuk bisa menjadi problem solving bagi kebrobokan sistem ekonomi selama ini. Perkembangan institusi keuangan Islam termsuk pasar modal syariah seharusnya menjadi institusi yang mampu mengoreksi kerusakan sistem yang ada. Tidak sebaliknya hanya mengekor pada sistem yang ada, atau bahkan menjadi penguat bagi hegemoni ekonomi ribawi yang selama ini menguasai dunia. Dengan populasi umat Islam terbesar di dunia, Indonesia seharusnya bisa menjadi model bagi bangkitnya ekonomi yang berdasarkan al-qur’an hadits tersebut. Inilah tantangan terbesar bagi para penggiat ekonomi Islam yang ada di Indonesia. Mereka seharusnya tidak bersifat pragmatis, akan tetapi harus berusaha melakukan beberapa terobosan yang dapat memperbaiki sistem ekonomi ribawi yang telah menggurita di Indonesia. Wallahu a’lam bissowab

ANTARA BUNGA DAN BAGI HASIL

ANTARA BUNGA DAN BAGI HASIL

Oleh:
Fikri Indra Silmy
(Lisensi UIN Syarif Hidayatullah, Ketua Bidang Syiar, FoSSEI Jabodetabek)
Istilah bunga dan bagi hasil rasanya sangat familiar di tengah-tengah kita. Apalagi setelah lahirnya perbankan syariah di Indonesia tahun 1992, yang awalnya disebut bank bagi hasil. Bunga dapat kita artikan sebagai tambahan berupa persentase dari apa yang kita berikan kepada orang (utang). Misalnya kita berhutang kepada seseorang, maka kita diharuskan untuk membayar lebih sesuai nilai uang yang kita berikan. Walaupun kita untuk banyak atau bahkan rugi kita diharuskan membayar dengan kelebihan yang sudah disyaratkan di awal tadi.
Berbeda dengan bagi hasil/rugi, bagi hasil adalah pembagian hasil usaha yang kita belum tahu tingkat keuntungan yang ada nanti. Jadi pada bagi hasil, tidak ditentukan pembayaran kelebihan nantinya, sehingga bisa dikatakan keuntungannya masih remang-remang. Jika usaha mendapat keuntungan maka keuntungan tersebut dapat dibagi-bagi sesuai kesepakatan, namun jika rugi maka kerugian pun harus dapat dibagi-bagi (secara prinsip).
Beberapa hari yang lalu, ketika saya menonton tv yang menyiarkan siaran langsung pemanggilan wakil presiden Boediono terkait hal Century, saya menyimak sepetik kata yang dikatakan oleh ‘Pak Wapres’ bahwa, sesungguhnya pem-bail out-an Bank Century adalah karena banyaknya uang orang Indonesia yang pergi keluar negeri, sebab di luar negeri keuntungan dari tabungan lebih banyak dibandingkan yang ditawarkan di Indonesia. Hal ini memicu kekosongan kas perbankan sehingga dana kredit investasi pun kosong.
Mari kita kesampingkan kasus century tersebut, yang saya ingin garis bawahi adalah keuntungan yang lebih menjanjikan ketika menabung di luar negeri.
Ketika saya mengingat-ingat pelajaran yang telah saya dapatkan ketika kuliah, bahwa ketika bunga bank naik, akan memicu naiknya keinginan nasabah untuk menitipkan uangnya ke bank, namun akan menyulitkan nasabah kredit yang menginkan dana untuk pengembangan usahanya karena bunga yang tinggi. Maka, dapat disimpulkan ketika bunga naik, penabung naik, tapi investasi akan lesu karena bunga bank tinggi.
Namun jika kita nalarkan sebaliknya, ketika bunga bank turun, nasabah penabung turun, dan investasi akan naik. Benarkah itu???? Mari kita selidiki..
Saya rasa dalam kejadian bunga bank naik sudah jelas. Namun agak kurang jelas ketika bunga turun, yang mengakibatkan nasabah penabung turun namun investasi naik. ‘Nasabah penabung turun, investasi naik’, dalam kata-kata ini saya kira ada ketimpangan yang terjadi. Mana mungkin uang yang tidak ada dapat menaikkan investasi??
Uang masyarakat akan pergi keluar negeri yang menjanjikan keuntungan yang lebih besar, jika bunga dalam negeri rendah. Akibatnya terjadi kekosongan dalam perbankan sehingga walaupun dapat menarik minat penegmbangan usaha , tetap saja uangnya tidak ada.
Terlihat kebingungan di sini, mau bunga rendah atau tinggi? Karena keduanya sama-sama tidak dapat mengembangkan ekonomi.
Berbeda dengan bagi hasil yang tidak ada kepastian keuntungan di awal. Antara pemodal dan pelaku usaha akan saling mendo’akan, pemodal mendoakan pengusaha agar mendapatkan keuntungan, dan pengusaha pun tidak perlu takut untuk rugi karena tidak harus membayar kelebihan yang ada, dengan catatan usaha harus dijalankan dengan serius dan tidak lalai. Jika lalai pengusaha harus dapat mengembalikan seluruh kerugian dari modal yang diberikan pemodal tanpa tambahan.
Sehingga akan tumbuh jiwa tolong-menolong baik pemodal dan pengusaha. Ketika jiwa tolong-menolong timbul maka saya yakin ekonomi pun akan meningkat. Harta akan menyebar bukan hanya bagi orang kaya tapi juga akan menyebar ke orang menengah bahkan orang miskin sekalipun. Ketika itu terjadi saya yakin kesejahteraan akan meningkat.
Jadi mau pilih mana bunga tinggi, bunga rendah, atau bagi hasil???

Al Hisbah dan Aplikasinya di Indonesia

Al Hisbah dan Aplikasinya di Indonesia

Oleh:
Yati Khosyatillah
(IsEF SEBI, Sekretaris Regional FoSSEI Jabodetabek)



Pendahuluan
Islam merupakan agama yang sungguh luar biasa sempurnanya, karena setiap aktivitas kita telah Allah SWT  atur dalam agama yang di ridhoi-Nya yaitu Islam. Sehingga setiap aktivitas kita itu mengandung sebuah keberkahan dan kemashlahatan bagi kehidupan di dunia maupun di akhirat, karena setiap aktivitas kita jika diniatkan untuk meraih ridhonya maka itu tentunya akan menjadi nilai ibadah dimata Allah SWT. Begitu pun dalam aktivitas ekonomi, setiap aktivitas ekonomi jika kita laksanakan sesuai dengan apa yang telah disyariatkan maka itu akan mejadi nilai ibadah pula bagi kita, itu lah uniknya ekonomi Islam, kita akan senantiasa mendapatkan dua kebaikan dalam setiap aktivitas kita yaitu kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat.
Salah satu aktivitas ekonomi adalah aktivitas di pasar, pasar adalah sebuah mekanisme pertukaran barang dan jasa yang alamiah dan telah berlangsung sejak awal peradaban manusia. Islam menempatkan pasar pada kedudukan yang penting dalam perekonomian, pentingnya pasar dalam Islam tidak terlepas dari fungsi pasar sebagai wadah bagi berlangsungnya kegiatan jual beli. Jual beli sendiri memiliki fungsi penting mengingat, jual beli merupakan salah satu aktifitas perekonomian yang “terakreditasi” dalam Islam. Pentingnya jual beli sebagai salah satu sendi perekonomian dapat dilihat dalam surat Al Baqarah 275 bahwa Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Pentingnya pasar sebagai wadah aktifitas tempat jual beli tidak hanya dilihat dari fungsinya secara fisik, namun aturan, norma dan yang terkait dengan masalah pasar. Dengan fungsi di atas, pasar jadi rentan dengan sejumlah kecurangan dan juga perbuatan ketidakadilan yang menzalimi pihak lain. Sehingga secara idealnya seseorang yang akan melakukan aktivitas ekonomi (bermuamalah) di pasar itu harus faham terhadap ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh syariat dalam fiqh muamalah. Oleh karena itu, dalam sebuah kisah disebutkan bahwa pada suatu saat Khalifah Umar bin Khattab berkeliling pasar dan berkata : “Tidak boleh berjual-beli di pasar kita, kecuali orang yang benar-benar telah mengerti fiqh (muamalah) dalam agama Islam” (H.R.Tarmizi).
Dengan demikian untuk lebih menjamin berjalannya mekanisme pasar secara sempurna,  dan memastikan bahwa pasar berfungsi sebagaimana yang diinginkan Islam, dimana kemashlahatan terdistribusi secara maksimal, kesejahteraan dirasakan setiap jiwa yang ada dibawah sistem tersebut, maka diperlukan sebuah pengawasan yang baik. Dalam ekonomi Islam eksistensi dari lembaga pengawas ini sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW yang dikenal dengan al-Hisbah, dan ini menjadi salah satu karakteristik unik yang juga merupakan bentuk orisinil sistem ekonomi Islam, yaitu dengan eksistensi institusi pengawasan dan peradilan ekonomi, terutama eksistensi lembaga pengawas pasar.
Al-Al-Hisbah dan Aplikasinya di Indonesia
Al-Al-Hisbah secara etimologis berarti menghitung, berfikir, memberikan opini, pandangan dan lain-lain.  Sedangkan secara secara istilah Ibnu Taimiyah mendefinisikan Al-Al-Hisbah sebagai lembaga yang bertujuan untuk memerintahkan apa yang disebut sebagai kebaikan (al-ma’ruf) dan mencegah apa yang secara umum disebut sebagai keburukan (al-munkar) didalam wilayah yang menjadi kewenangan pemerintah untuk mengaturnya, mengadili  dalam wilayah umum-khusus lainnya, yang tidak bisa dijangkau oleh institusi biasa.
Jika dilihat dari pengertian diatas, maka Al-Al-Hisbah tidak hanya berfungsi sebagai institusi yang mengawasi pasar  saja (ekonomi) tetapi untuk bidang hokum juga. Berdasarkan kajian Hafas Furqani (2002) menyebutkan beberapa fungsi al-Hisbah, yaitu :
  1. Mengawasi timbangan, ukuran, dan harga.
  2. Mengawasi jual-beli terlarang, praktek riba, maisir, gharar dan penipuan.
  3. Mengawasi kehalalan, kesehatan, dan kebersihan suatu komoditas.
  4. Pengaturan (tata letak) pasar.
  5. Mengatasi persengketaan dan ketidakadilan.
  6. Melakukan intervensi pasar.
  7. Memberikan hukuman terhadap pelanggaran.
Adapun Landasan Al-Hisbah terdapat dalam Surat Ali Imran ayat 104;
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung”
Dari pemaparan diatas , sudah sangat jelas bahwa lembaga pengawasan itu sangat penting dalam menjaga agar mekanisme pasar berjalan sesuai dengan fungsinya. Jika kita lihat di Indonesia maka peran al-Hisbah tidak akan kita lihat secara nyata karena di Indonesia lembaga al-Hisbah ini tidak dibuat secara independent menjadi satu lembaga pengawasan khusus karena memang system pemerintahan yang dianut oleh Indonesia bukan berasaskan Islam walaupun mayoritas penduduknya adalah muslim sehingga hal ini menjadi suatu hal yang wajar terjadi. Tetapi walaupun demikian fungsi al-Hisbah di Indonesia sebenarnya telah ada, itu bisa kita lihat dalam bagan pengawasan di Indonesia dibawah ini :



Dari bagan diatas bisa kita lihat secara tidak langsung peran al-Hisbah telah terbentuk oleh sinergi dari beberapa lembaga diatas dalam upaya pengawasan pasar, namun jika dilihat dari pengertian dan fungsi al-Hisbah secara luas maka alur pengawasan diatas hanya mewakili sebagain kecil dari peran al-Hisbah. Tetapi paling tidak fungsi al-Hisbah itu telah ada di Indoensia yang direpresentasikan oleh lembaga-lembaga pengawasan yang muncul di Indonesia.
Lembaga-lembaga yang telah mewakili fungsi al-Hisbah di Indonesia adalah LPPOM-MUI yang ada dalam bagan diatas, dimana dengan adanya LPPOM-MUI ini fungsi al-Hisbah dalam mengawasi kehalalan, kesehatan dan kebersihan suatu komoditas telah terwakili oleh lembaga ini, kemudian dari segi pelarangan jual beli terlarang yang mengandung  riba, maisir, gharar dan penipuan dalam setiap aktivitas ekonomi itu telah diatur pengawasannya oleh MUI melalui DSN-MUI dengan mengeluarkan fatwa keharaman dari aktivitas diatas. Selain itu lembaga pengawasan pasar juga di wakili oleh YLKI yang berfungsi untuk melindungi hak-hak konsumen yang harus dipenuhi oleh para produsen sehingga dengan demikian para produsen tidak akan seenaknya membuat produk yang pada esensinya itu membahayakan para konsumen dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Apabila peran al-Hisbah di Indonesia ini dikaji lebih dalam, maka kita akan menemukan banyaknya lembaga yang pada esensinya merupakan bagian dari fungsi a-Hisbah.
Kesimpulan
Untuk lebih menjaga sebuah mekanisme pasar sesuai dengan fungsinya dan memastikan bahwa pasar berfungsi sebagaimana yang diinginkan Islam, dimana kemashlahatan terdistribusi secara maksimal, kesejahteraan dirasakan setiap jiwa yang ada dibawah sistem tersebut, maka diperlukan sebuah pengawasan yang baik yaitu direpresentasikan dengan adanya lembaga pengawasan pasar yang dikenal dengan al-Hisbah. Secara umum dapat disimpulkan bahwa fungsi dari al-Hisbah ini telah diaplikasikan di Indonesia namun lembaga ini tidak berdiri secara independent, tetapi tersebar dalam beberapa lembaga seperti LPPOM-MUI, kepolisian, LSM seperti YLKI dan lembaga-lembaga lainnya. Karena memang asas dari pemerintahan Indonesia itu bukan berasaskan Islam walaupun mayoritas penduduknya adalah muslim. Walaupun demikian, paling tidak fungsi pengawasan pasar tetap ada di Indonesia dan sejatinya upaya yang seharusnya kita lakukan sebagai seorang muslim adalah mendukung dan mendorong secara utuh keberadaan lembaga-lembaga tersebut agar terus berjalan sesuai dengan fungsinya sebagai wujud dari harapan kita bersama untuk menciptakan suatu aktivitas ekonomi masyarakat yang berkeadilan, transparan, dan sesuai dengan apa yang telah disyariatkan dalam ajaran Islam. Wallahu’alam bishwab.

Jalannya Ekonomi Sektor Rill (analisis keberhasilan krisis 2008 dengan kegagalan Krisis 1998)

Jalannya Ekonomi Sektor Rill

(analisis keberhasilan krisis 2008 dengan kegagalan Krisis 1998)

Oleh:
Imam Purnarko
(KSEI UNJ, Koordinator Komisariat Jaktim-Jakpus FoSSEI Jabodetabek)
Teringat Peristiwa 1998 dimana pada waktu itu Indonesia mengalami krisis yang begitu menyengsarakan rakyatnya, sesungguhnya krisis pada waktu itu tidak terlepas dari nuansa politik yang memanas. Sehingga kebutuhan akan pelunasan hutang luar negeri bernominal Dollar yang telah melonjak menyebabkan Uang rupiah terdepresiasi dan menyebabkan kejatuhan bangsa Indonesia. Sesungguhnya symptom/ gejala pada waktu itu telah menyebabkan Indonesia mengalihkan utangnya dari luar negeri ke luar negeri. Namun tanpa disadari ternyata dari itu semua Negara kita telah tergadaikan dengan tunduknya presiden pada waktu itu Soeharto kepada perjanjian IMF yang sampai saat ini terasa mencekik bangsa.
Berbeda dengan krisis yang dialami oleh bangsa ini sekarang ini, walaupun sadar atau tidak nuansa politik memang memanas, dengan analogy yang dibuat-buat terkesan sama seperti kasus bank Bali pada era-98. Bank century mendapatkan kucuran dana 6,7 triliun yang menyebabkan bangsa ini mendapatkan banyak sekali agenda-agenda di DPR dimana para wakil rakyat mendapatkan sorotan langsung dari masyarakat.
Inti dari semua itu adalah bahwa kasus krisis bangsa pada saat ini (2008 )memiliki indikasi penting dalam hal penyelesaiannya yang memang harus di apresiate Karena memang tidak berdampak sistemik.
Pertama: pada saat krisis 1998 bangsa ini diserang oleh arus gelombang politik yang begitu besar, ada aliran besar kerusuhan paska aksi mahasiswa turun kejalan, sektor rill benar-benar tidak berfungsi, makanan hari itu merupakan harta yang paling berharga. Sedangkan pada saat ini krisis tidak sama sekali menyerang sektor rill yang sesungguhnya merupakan ujung tombak bangsa ini. Masyarakat kita masih bisa berdagang dan bertransaksi dengan nyaman, walaupun sebagian dalih yang nyatanya paling ampuh sehingga tidak mampu menarik dalang dari krisis pada saat ini, yaitu aspek psikologi, dimana dengan dalih yang tidak dapat diukur dari analisis statistik ini seakan dana 6,7 trilliun sah di gelontorkan.
Kedua : pada saat krisis 1998 seperti ulasan diatas berhutang cukup besar kepada Bangsa asing, dimana Individu dapat dengan bebas meminjam uang kepada asing akibat mudahnya perizinan, bahkan pada waktu itu suku bunga di Indonesia mencapai tingkat suku bunga tertinggi dalam persaingan usaha yaitu 50% lebih, suku bunga yang dikeluarkan oleh Bank Exim( sekarang bank Mandiri). Krisis sekarang berbeda jauh dimana pada saat ini persaingan suku bunga tidak sesengit pada waktu itu, bangsa kita tidak perlu berkutat untuk dapat membayar bunga luar negeri, obligasi berupa ORI, SBI,dll yang nyata-nyata menyebabkan bangsa ini harus disibukkan membayar bunga belum jatuh tempo. Ada pula asing sudah masuk mengendalikan investasinya di Indonesia sehingga mereka akan terkena dampak seandainya hal ini berlaku sistemik.
Terakhir: walaupun aspek ini tidak dianggap begitu penting, namun memiliki andil besar dalam menyelesaikan krisis ekonomi yang dibesar-besarkan ini, masyarakat yang saat ini sudah terngiang dengan kejadian yang begitu menyulitkan bangsa tidak dapat di sulut oleh arahan politik seperti aksi masa dan lain-lain. Malah sepertinya ada oknum tertentu yang bermain untuk dapat mengalihkan berita terpenting ini, sehingga berita kasus BLBI dapat segera di tutup secara tak terduga., berbeda sekarang bangsa ini dapat terus mengakses kasus Century tanpa mau dialihkan oleh berita-berita di Televisi.
Ketiga analisis diatas merupakan subjektif penulis yang harus segera dikritisi, akan tetapi kenyataanya memang pergerakan sektor rill sekarang ini tidak terpengaruh oleh gejolak-gejolak politik sehingga nyatalah bangsa ini terselamatkan oleh pergerakan 99% sektor rill, seorang ibu masih bisa menjual kuenya dipasar, masyarakat tidak tertarik melakukan rush besar-besaran karena menang Bank Century hanya bisa diakses oleh pemilik modal-modal besar, yang dikumpulkan secara massif mirip kasus Exim yang memberikan bunga diatas rata-rata standar pemerintah. Ekonomi Rakyat ini lah yang seharusnya ditingkatkan dimana keterkaitan antara sektor perbankan dengan para peminjam modal harus diberdayakan selaku mitra bukan seperti lintah yang hanya menghisap darah dikala binatang lain berusaha mencari makanan.

Etika Bisnis dalam Perspektif Islam

Etika Bisnis dalam Perspektif Islam

Oleh:
Ahmad Dzawil Faza
(IsEF SEBI, Koordinator Komisariat Tangerang FoSSEI Jabodetabek)
Bisnis merupakan salah satu dari sekian jalan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Artinya Allah SWT telah memberikan arahan bagi hamba – Nya untuk melakukan bisnis. Dalam Islam sendiri terdapat aturan maupun etika dalam melakukan bisnis. Kita sudah diberikan contoh riil oleh Rasulullah SAW.bagaimana beliau melakukan bisnis dengan cara berdagang. Bahkan hal tersebut telah dilakukannya dari kecil ketika diajak pamannya Abu Thalib untuk berdagang ke Syam. Dan dimana ketika seorang saudagar wanita kaya yakni Siti Khadijah r.a mempercayai beliau untuk menjual dagangannya kepasar maka, Rasulullah pun melaksanakannya dengan kejujuran dan kesungguhan.
Dalam pandangan Islam terdapat aturan ataupun etika yang harus dimiliki oleh setiap orang yang mau melakukan bisnis apalagi dia adalah seorang mukmin. Seorang mukmin dalam berbisnis jangan sampai melakukan tindakan – tindakan yang bertentangan dengan syariat. Rasulullah SAW.banyak memberikan petunjuk mengenai etika bisnis, di antaranya ialah: Pertama, bahwa prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam doktrin Islam, kejujuran merupakan syarat fundamental dalam kegiatan bisnis. Rasulullah sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam tataran ini, beliau bersabda: “Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya” (H.R. Al-Quzwani). Kedua, dalam Islam tidak hanya mengejar keuntungan saja (profit oriented) tapi, juga harus memperhatikan sikap ta’awun (tolong – menolong) diantara kita sebagai implikasi sosial bisnis. Ketiga, tidak melakukan sumpah palsu. Nabi Muhammad SAW sangat intens melarang para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu dalam melakukan transaksi bisnis. Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, Nabi bersabda, “Dengan melakukan sumpah palsu, barang-barang memang terjual, tetapi hasilnya tidak berkah”. Dalam hadis riwayat Abu Dzar, Rasulullah saw mengancam dengan azab yang pedih bagi orang yang bersumpah palsu dalam bisnis, dan Allah tidak akan memperdulikannya nanti di hari kiamat (H.R. Muslim). Keempat, bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang bathil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu” (QS. 4: 29). Kelima, bahwa bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman (QS. al-Baqarah:: 278) dan masih banyak lagi etika ataupun petunjuk bisnis dalam Islam. Semua yang disebutkan diatas harus benar – benar dilakukan agar apa yang kita lakukan mendapat ridho- Nya.
Selain kita berhubungan dengan manusia yang lain (hablum minannas) kita juga harus menjalin hubungan dengan Sang Khaliq (hablum minallah), sehingga dalam setiap tindakan kita merasa ada yang mengawasi yakni Allah SWT. Keyakinan ini harus menjadi bagian integral dari setiap muslim dalam berbisnis. Hal ini karena bisnis dalam Islam tidak semata – mata orientasi dunia tetapi harus punya visi akhirat yang jelas. Dengan kerangka pemikiran seperti itulah maka persoalan etika dalam bisnis menjadi sorotan penting dalam ekonomi Islam. Dalam ekonomi Islam, bisnis dan etika tidak  harus dipandang sebagai dua hal yang bertentangan sebab, bisnis yang merupakan simbol dari urusan duniawi juga dianggap sebagai bagian integral dari hal-hal yang bersifat investasi akhirat. Artinya, jika  oreientasi bisnis dan upaya investasi  akhirat (diniatkan sebagai ibadah dan merupakan totalitas kepatuhan kepada Allah SWT), maka bisnis dengan sendirinya harus sejalan dengan kaidah-kaidah moral yang berlandaskan keimanan kepada akhirat. Bahkan dalam Islam, pengertian bisnis itu sendiri tidak dibatasi urusan dunia, tetapi mencakup pula seluruh kegiatan kita didunia yang dibisniskan (diniatkan sebagai ibadah) untuk meraih keuntungan atau pahala akhirat.
Jika sekiranya kaum muslimin mengetahui dan memahami apa saja yang harus ada pada pribadi pembisnis yang sesuai dengan dustur yang telah ada ( Al- Qur’an dan Al- hadits), maka niscaya akan tercipta suasana yang harmonis serta akan terjalin ukhuwwah Islamiyah diantara kita. Dan hanya kepada –Nya lah semua urusan dikembalikan. Yaa Illaahi Anta maqshudi wa ridhooka mathlubi. Wallahua’lam.

KOMUNIKASI BISNIS DALAM TINJAUAN SYARIAH


BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya memiliki tujuan utama untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya. Pencarian profit dilakukan dengan cara memproduksi dan menjual produknya kepada konsumen. Promosi dilakukan oleh bagian penjualan yang berada di dalam divisi marketing. Proses pemasaran ditujukan kepada konsumen untuk mengajak konsumen membeli produk yang ditawarkan perusahaan. Dewasa ini kegiatan pemasaran yang diterapkan oleh sebagian besarperusahaan umumnya bersifat konvensional, pemasar dapat bertindak sesuai dengan kondisi yang ada saat ini, yang terkadang dapat menimbulkan pelanggaran terhadap aturan yang berlaku untuk pemasar. Tak bisa disangkal, bahwa komunikasi pemasaran (marketing communication) terbukti memegang peranan amat penting, tidak saja untuk menyebarkan pesan tertentu kepada target audiens, tetapi lebih dari itu, juga membentuk dan membangun persepsi serta citra sebuah brand. Di era yang serba digital, dimana komunikasi bisa dilakukan oleh siapa pun, dimana pun dan kapan pun, maka pesan apa pun bisa masuk disetiap celah-celah kehidupan kita. Ibarat bom curah, ia bisa mengenai siapa pun tanpa pandang bulu. Fakta itu menjadi lebih dahsyat lagi manakala aplikasi marketing communication disusupi "ruh" materialisme-kapitalisme dengan balutan dan kemasan liberalisme. Dan dampak yang ditimbulkannya pun sangat berpengaruh.

Rumusan masalah
Perkembangan marketing konvensional saat ini, dalam praktik mengiklankan produk ditemukan berbagai macam masalah yang melanggar undang-undang perlindungan konsumen dan melenceng dari kode etik pemasar yang seharusnya mereka lakukan. Permasalahan ini hendaknya dibenahi agar pihak konsumen memperoleh haknya dan tidak merasa dirugikan oleh pihak pemasar. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan maka dapat ditarik perumusan masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini, yaitu :
1.      Analisis perilaku pemasar konvensional saat ini.
2.      Bagaimana solusi untuk memperbaiki pola pikir pemasar konvensional dengan konsep marketing    syariah?

Empiris
Tulisan ini akan memberikan gambaran tentang perilaku pemasar konvensional saat ini dan solusi untuk memperbaiki pola pikir pemasar konvensional dengan konsep marketing syariah. Berdasarkan data, badan POM menemukan sekitar 15% iklan obat tradisional ditolak karena materi iklan tidak sesuai dengan kandungan produknya. Pada umumnya pelanggaran dilakukan oleh iklan obat tradisional, produk suplemen makanan dan produk pangan. Berdasarkan pengawasan terhadap 703 iklan obat bebas, sekitar 18% masih belum sesuai dengan materi yang disetujui Badan POM. Sekitar 60% dari 717 iklan produk obat tradisional tidak memenuhi syarat karena materi iklan berisi klaim yang berlebihan. Sekitar 31% dari 517 iklan suplemen makanan menyatakan klaim yang tidak sesuai dengan yang disetujui Badan POM. Kurang lebih 25 dari 3572 iklan kosmetik menyampaikan
klaim yang berlebihan, tidak etis atau tidak relevan dengan kandungan produknya. Sekitar 30% dari 1052 iklan produk pangan memberikan informasi yang berlebihan dan menyesatkan. Berbagai pelanggaran yang terjadi menunjukkan bahwa marketing konvensional belum sesuai dengan kode etik pemasaran.



BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Kotler (2002), pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan daninginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai. Proses pemasaran yang dilakukan oleh pemasar agar produknya sampai ke tangankonsumen perlu memperhatikan bauran pemasarannya. Bauran pemasaran (marketing mix) adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus-menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran. Bauran pemasaran terdiri dari empat variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari pemasaran yang digunakan oleh perusahaan untuk mencapai pasar sasarannya yaitu komponen produk, harga, distribusi dan promosi.
Kotler (2002) mendefinisikan bauran promosi atau IMC (Integrated Marketing Communication) ke dalam lima cara komunikasi utama, yaitu :
1.      Periklanan, yaitu semua bentuk penyajian dan promosi nonpersonal atas ide, barang atau jasa yang dilakukan oleh perusahaan sponsor tertentu.
2.      Promosi penjualan, yaitu berbagai insentif jangka pendek untuk mendorong keinginan mencoba atau membeli suatu produk atau jasa.
3.      Hubungan masyarakat dan publisitas, yaitu berbagai program untuk mempromosikan dan melindungi citra perusahaan atau masing-masing produknya.
4.      Penjualan pribadi, yaitu interaksi langsung dengan satu calon pembeli atau lebih guna melakukan presentasi, menjawab pertanyaan, dan menerima pesanan.
5.      Pemasaran langsung, yaitu penggunaan surat, telepon, faksimili, email, dan alat penghubung non-personal lain untuk berkomunikasi secara langsung dengan atau mendapatkan tanggapan langsung dari pelanggan dan calon pelanggan tertentu.

      Cara mempromosikan produk yang dilakukan oleh pemasar, salah satunya melalui media periklanan, iklan adalah segala bentuk presentasi non pribadi dan promosi gagasan, barang, atau jasa oleh sponsor tertentu yang harus di bayar, Kotler (2005). Pengembangan iklan dipengaruhi oleh lima pengambilan keputusan utama yang terkait dengan Mission (Misi), Money (uang), Media (Media), Message (Pesan), Measurement (ukuran). Periklanan dapat dilakukan melalui berbagai jenis media massa. Mulai dari iklan elektronik seperti iklan di televisi, radio dan bahkan internet sampai iklan yang melalui media cetak seperti koran, majalah dan tabloid. Iklan dimaksudkan untuk menyalurkan ide barang yang dipasarkan, namun biasanya calon konsumen jarang memperhatikan iklan dengan seksama. Hal ini biasanya dikarenakan calon konsumen enggan menonton atau kurang teliti dalam memahami iklan. Penampilan iklan dalam media elektronik biasanya hanya disajikan dalam hitungan detik, mengingat mahalnya biaya beriklan yang dibutuhkan. Oleh karena itu pemasar berlomba-lomba membuat iklan semenarik mungkin yang dapat diperhatikan dan mempengaruhi calon konsumen. Perilaku dalam manajemen konvensional yang sama sekali tidak terkait bahkan tidak merasa adanya pengawasan melekat, kecuali semata-mata pengawasan dari pimpinan atau atasan.

            Berbeda Dengan marketing  konvensional, Marketing syariah merupakan konsep pemasaran yang masih baru dan belum banyak diterapkan di berbagai perusahaan. Pada umumnya konsep ini diterapkan di perusahaan yang usahanya telah berbasis sistem syariah, sebagai contoh Bank Muamalat. Penerapan marketing syariah dirasa belum bisa dilaksanakan secara cepat dan menyeluruh karena jika dilihat dari tujuan awal perusahaan pada umumnya yaitu mengejar profit sebesar-besarnya, maka diperlukan perubahan pola pikir pemasar agar tujuan marketing syariah tercapai. Adapun tujuan utama marketing syariah ini terdapat 2 macam, yaitu :
1.      Memarketingkan Syariah
Memarketingkan syariah adalah suatu kegiatan memasarkan barang atau jasa yang telah memiliki unsur syariah didalamnya. Perusahaan yang pengelolaannya berlandaskan syariah Islam dituntut untuk bisa bekerja dan bersikap professional dalam dunia bisnis. Selain itu, tingkat pemahaman masyarakat akan diferensiasi yang ditawarkan perusahaan berbasis syariah masih rendah, sehingga dibutuhkan suatu program pemasaran yang komprehensif salah satunya mengenai value proposition produk-produk syariah yang nantinya diharapkan dapat diterima dengan baik oleh konsumen
2.      Mensyariahkan Marketing
Pemahaman yang keliru mengenai peran pemasaran, dibutuhkan suatu pemahaman akan pentingnya nilai-nilai etika dan moralitas. Syariah islam sebagai syariah yang utuh dan komprehensif mencakup nilai-nilai tersebut, sehingga diharapkan akan mendukung peran pemasaran untuk menjaga integritas, identitas dan image perusahaan. Selain itu, dengan mensyariahkan marketing sebuah perusahaan tidak akan serta merta menjalankan bisnisnya demi keuntungan pribadi semata, karena pemasar juga akan berusaha untuk menciptakan dan menawarkan bahkan dapat merubah suatu values kepada para stakeholder utamanya. Konsep marketing syariah yang ditawarkan dapat memperbaiki citra pemasar yang selama ini diinterpretasikan buruk oleh konsumen, perbaikan citra akan berdampak positif terhadap perusahaan dengan mendatangkan konsumen yang loyal dan dapat meningkatkan profit.

Pakar marketing Indonesia Hermawan Kartajaya bersama dengan Muhammad Syakir Sula (2008) dalam bukunya mengatakan bahwa marketing syariah merupakan suatu proses bisnis yang keseluruhan prosesnya menerapkan nilai-nilai islam, kejujuran juga keadilan. Marketing syariah adalah sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran dan perubahan value dari suatu inisiator kepada stakeholdersnya, yang dalam keseluruhan prosesnya sesuai dengan akad dan prinsip-prinsip muamalah (bisnis) dalam Islam. Hal ini berarti bahwa dalam marketing syariah, seluruh proses baik proses penciptaan, penawaran, maupun perubahan nilai (value), tidak boleh ada hal-hal yang bertentangan dengan akad dan prinsip-prinsip muamalah yang Islami.

Selama etika dalam memasarkan barang dapat terjamin, dan penyimpangan prinsip-prinsip muamalah islami tidak terjadi dalam suatu transaksi, maka pemasaran pun diperbolehkan. Prinsip marketing syariah merupakan sistem yang sederhana, cukup dengan menanamkan kejujuran dan keadilan, maka konsumen dengan sendirinya akan loyal kepada perusahaan. Langkah yang harus diambil pemasar syariah adalah selalu mengikuti perkembangan usahanya. Perkembangan adalah
perubahan sesuatu yang pasti akan terjadi, sehingga dalam menyikapinya dibutuhkan cara yang cermat. Perubahan yang terjadi tidak hanya mengarah kepada minat pasar akan suatu produk, namun dapat juga berupa perkembangan teknologi, dan semakin kompetitifnya persaingan yang telah mengarah ke persaingan yang bersifat tidaksehat. Pemasar syariah akan memandang pesaing atau competitor sebagai bagian dari bisnis yang djalankan. Perusahaan dituntut untuk memiliki moral agar tidak terpengaruh ke dalam persaingan yang tidak sehat. Perusahaan sebisa mungkin menciptakan win-win solution antara perusahaan dan pesaingnya, karena yang memegang kendali terhadap pasar bukanlah perusahaan bersangkutan atau pesaing, melainkan masyarakat luas sebagai konsumen. Kepiawaian dalam merebut hati konsumen menjadi faktor penentu keberhasilan produk. Di tengah kondisi pasar yang semakin ramai, perusahaan tidak bisa hanya menggantungkan diri pada presepsi
dalam benak konsumen, konsumen akan menganggap semua produk sama berdasarkan fungsinya, perusahaan harus mulai membidik hati atau jiwa konsumen untuk mendapatkan perhatian lebih dari konsumen terhadap produk perusahaan, sehingga terjalin relasi yang lebih lama (long-term) bukan sesaat (short-term).

Hubungan long-term yang terjadi akan menimbulkan loyalitas konsumen yang tinggi. Citra yang dimiliki perusahaan pun akan semakin kuat dalam benak konsumen. Pada awal penerapan sistem ini, profit belum terlalu terlihat, namun seiring dengan berjalannya waktu, perusahaan akan mendapatkan simpati konsumen. Simpati ini jika diberi penguatan positif maka akan menimbulkan loyalitas konsumen. Selanjutnya konsumen yang loyal akan mendatangkan profit yang besar dalam jangka waktu yang panjang. Marketing syariah menekankan aspek kejujuran dan keadilan dalam berbisnis. Marketing syariah juga menjunjung tinggi nilai-nilai moral, dan selalu memelihara hubungan baik dan kemitraan dengan pesaing. Nilainilai marketing syariah tidak dapat begitu saja diimplementasikan pada kondisi pasar yang terjadi saat ini. Hal pertama yang harus dilakukan adalah dengan menanamkan dan memberikan pelatihan dan pemahaman mengenai marketing syariah. Pemasar ini diberikan bekal kode etik yang harus dilakukan sebagai seorang marketer syariah. Pemasar yang telah memiliki jiwa marketing syariah akan berusaha untuk mencari strategi yang tidak melanggar kode etik. Perusahaan yang akan menerapkan konsep ini pun tidak serta-merta merubah cara pemasarannya secara frontal. Perusahaan tidak dapat secara langsung jujur mengenai segala kelemahan dan kelebihan yang dimilikinya. Saat transisi sistem pemasaran, perusahaan dapat menerapkan strategi promosi (IMC) yang syariah dalam periklanan, promosi penjualan, hubungan masyarakat dan publisitas, penjualan pribadi dan pemasaran langsung. Strategi yang dapat diterapkan berkaitan dengan aspek IMC yang mendukung pemasaran syariah adalah :
1.      Periklanan, bentuk periklanan yang dapat diterapkan oleh perusahaan telah diatur dalam undang-undang perlindungan konsumen, salah satu ayat menyebutkan bahwa mencantumkan kata ter atau paling, menjelek-jelekan pesaing dan menipu konsumen merupakan bentuk pelanggaran terhadap undang-undang. Pemasar yang memegang prinsip syariah, harus mampu meminimalisir bentuk pelanggaran yang tidak sesuai dengan perundangan yang berlaku.
2.      Promosi penjualan, produk yang dipasarkan semata-mata ditujukan untuk menjual produk bukan menciptakan sifat konsumtif pada konsumen misalnya saja dengan promosi gratis atu pemberian potongan harga yang cukup besar.
3.      Hubungan masyarakat, kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan hendaknya dilandasi prinsip kejujur dan selalu berusaha untuk tidak mengelabui konsumen.
4.      Penjualan pribadi, tenaga penjual harus dididik untuk berkata jujur mengenai produk yang ditawarkan. Pakaian dan atribut yang dikenakan tenaga penjual pun sebaiknya memerhatikan kesopanan dan budaya yang berlaku didaerah setempat.
5.      Pemasaran langsung, kegiatan yang dilakukan harus sesuai dengan yang disampaikan melalui iklan.

Kesesuaian antara promosi dengan praktik pemasaran yang dilakukan merupakan inti dari pemasaran syariah. Penerapan marketing syariah yang menyeluruh dapat memperbaiki citra perusahaan yang sebelumnya dipandang negatif oleh konsumen, akibat dari penyimpangan yang terjadi dalam marketing konvensional. Perbaikan citra ini akan memberi penguatan positif kepada konsumen agar loyal terhadap perusahaan dengan adanya loyalitas konsumen, word of mouth communication (WOM) dapat terjadi dengan sendirinya. Perusahaan pun akan diuntungkan karena tidak perlu mengeluarkan biaya ekstra untuk beriklan dan WOM sesuai dengan karakter konsumen Indonesia.



BAB III
PENUTUP

Sistem marketing syariah merupakan solusi yang dapat ditawarkan kepada perusahaan dalam menghadapi persaingan yang terjadi. Hal ini berarti bahwa dalam marketing syariah, seluruh proses baik proses penciptaan, penawaran, maupun perubahan nilai (value), tidak boleh terdapat hal-hal yang bertentangan dengan akad dan prinsip-prinsip muamalah yang Islami. Langkah yang dapat ditempuh perusahaan untuk menerapkan konsep marketing syariah yaitu dengan memberikan pelatihan dan pemahaman mengenai marketing syariah kepada pemasar. Mental pemasar yang telah berubah akan membuat persaingan yang tidak sehat antar pemasar akan hilang. Konsep marketing syariah menawarkan iklim persaingan bisnis yang sehat dengan mengedepankan keunggulan masing-masing perusahaan tanpa mencari celah kekurangan perusahaan pesaing. Kondisi persaingan yang demikian, menjadikan konsumen semakin terdidik dan cerdas, sehingga mereka akan lebih percaya kepada pemasar syariah. Pemasar konvensional yang mulai kehilangan kepercayaan konsumen akan menganggap bahwa marketing syariah merupakan solusi yang tepat, dan mereka akan beranjak untuk mengadopsi system marketing syariah tersebut. Bentuk strategi yang dapat dijalankan untuk menunjang marketing syariah adalah dengan mengubah lima konsep Integrated Marketing Communication. Marketing syariah merupakan solusi dari konsep pemasaran yang dapat diterapkan oleh pemasar konvensional. Keunggulan yang akan didapat perusahaan dari maketing syariah berupa kepercayaan dari konsumen. Apabila kepercayaan telah tertanam di dalam diri konsumen maka perusahaan akan memperoleh keuntungan dalam jangka panjang. Kesetiaan konsumen terhadap produk suatu perusahaan ditimbulkan dari kejujuran dan keadilan sikap pemasar. Oleh karena itu, pemasar konvensional diharapkan dapat menerapkan konsep marketing syariah.





Pajak Dalam Islam

Definisi Pajak

Pajak adalah iyuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung.
Sedangkan pengetian pajak menurut beberapa ahli :
1.Prof Dr Adriani
pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan, yang terutang oleh wajibpajak membayarnya menurut peraturan derngan tidak mendapat imbalan kembali yang dapat ditunjuk secara langsung.
2. Prof. DR. Rachmat Sumitro,SH
pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari kas rakyat ke sektor pemerintah berdasarkan  undang-undang) dapat dipaksakan  dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi)yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.
3.  Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R,
Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan
            Lima unsur pokok dalam defenisi pajak
  • Iuran / pungutan
  • Pajak dipungut berdasarkan undang-undang
  • Pajak dapat dipaksakan
  • Tidak menerima kontra prestasi
  • Untuk membiayai pengeluaran umun pemerintah
Dalam istilah bahasa Arab, pajak dikenal dengan nama al-Usyr[1] atau al-Maks, atau bisa juga disebut adh-Dharibah, yang artinya adalah; “Pungutan yang ditarik dari rakyat oleh para penarik pajak.[2] Atau suatu ketika bisa disebut al-Kharaj, akan tetapi al-Kharaj biasa digunakan untuk pungutan-pungutan yang berkaitan dengan tanah secara khusus.[3]
Sedangkan para pemungutnya disebut Shahibul-Maks atau al-Asysyar.
Adapun menurut ahli bahasa, pajak adalah: “Suatu pembayaran yang dilakukan kepada pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan dalam hal menyelenggaraan jasa-jasa untuk kepentingan umum.[4]

Macam-macam Pajak

Diantara macam pajak yang sering kita jumpai di Indonesia ialah:
  • Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yaitu pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya.
  • Pajak Penghasilan (PPh), yaitu pajak yang dikenakan sehubungan dengan penghasilan seseorang.
  • Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
  • Pajak Barang dan Jasa.
  • Pajak Penjualan Barang Mewam (PpnBM).
  • Pajak Perseroan, yaitu pajak yang dikenakan terhadap setiap perseroan (kongsi) atau badan lain semisalnya.
  • Pajak Transit/Peron dan sebagainya.


Dalil – dalil tentang Pajak
Al-Hasyr:
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumanNya.
  
29. Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (Yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam Keadaan tunduk. At Taubah: 29[6]



Pendapat tokoh Ulama Muslim tentang Pajak
Abu Yusuf
Beliau adalah seorang mujtahid yang independen  karena dapat menggabungkan  hadis serta nalar secara tepat. Abu Yusuf menekankan bahwa pemerintah mempunyai otoritas dan hak untuk membagikan tanah kepada para pejuang sebagai harta rampasan. Namun, lebih baik bila pemerintah memutuskan untuk mengembalikan tanah kepada pemiliknya dan menarik pajak dari mereka sebagai pendapatan tetap bagi Negara untuk kesejahteraan ummat Islam.[7]
Ibnu Hazm
Ibnu Hazm berpendapat adanya kewajiban selain zakat, Namun  fuqaha yang lain menyatakan tidak ada kewajiban harta selain zakat, harta yang dikeluarkan selain zakat merupakan sedekah atau santunan yang disunahkan. Pendapat ini dipertegas dengan adanya dalil yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan dari sahabat Thalhah r.a. Hadis itu menegaskan tidak ada kewajiban harta selain zakat. Adapun kewajiban harta selain zakat  sangat tergantung pada situasi dan kondisi serta kebutuhan atau bersifat aridhi (karena suatu sebab) dan bukan dzati (tidak tertentu jumlahnya). Ibnu Hazm sendiri menyatakan bahwa kewajiban harta selain zakat tersebut ada selama zakat dan kas negara (bait al-mal) tidak cukup untuk menanggulanginya. Jika mencukupi maka kewajiban itu hilang dengan sendirinya.[8]
Imam Ibnu Hazm sangat konsen terhadap faktor keadilan dalam system pajak.Menurutnya Sebelum segala sesuatunya di atur, hasrat orang untuk mengeluarkan kewajiban pajak harus di pertimbangkan secara cermat karena apapun kebutuhan seseorang terhadap apa yang di keluarkannya akan berpengaruh pada sistem dan jumlah pajak yang di kumpulkan.
Beliau juga sangat menekankan bahwa dalam melakukan pemungutan pajak haruslah memperhatikan sistem pengumpulan pajak secara alami. Dalam hal ini tiadak adanya sifat kasar dan eksploitatif dalam pengumpulan pajak harus dihindari sertapengumpulan pajak juga tidak boleh melampaui batas ketentuan syariah.
Imam Ghazali
Menurut beliau, apabila keadaan Negara sedang sangat membutuhkan tentara untuk menjaga dan melindungi wilayahnya dari segalamacam ancaman, sementara perbendaharaan Negara tidak mencukupi, pemerintah berhak memungut pajak dari rakyat yang mampu. Dalam hal ini ia mensyaratkan bahwa pemerintahan Negara itu merupakan pemerintahan yang kredibel, kondisi keuangan Negara benar-benar dalam keadaan kosong serta kebijakan ini hanya khusus dikenakan pada kondisi tersebut, yakni untuk memenuhi kebutuhan tentara saja.[9]

Undang – Undang Perpajakan Indonesia
  1. UU RI NO 16 tentang prubahan kedua atas uu no. 6 thn 1983 yaitu tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan
  2. UU RI NO 17 tahun 2000 tentang perubahan kedua atas uu  no 7 thn 1983 tentang pajak penghasilan
  3. UU RI NO 18 tahun 2000 tentang perubahan kedua atas uu no 8 thn 1983 tentang pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah
  4. UU RI NO 19 tahun 2000 tentang perubahan atas uu no 19 thn 1997 tentang penghasilan pajak dengan surat paksa
  5. UU RI NO 20 tahun 2000 tentang perubahan uu no 21 thn 1997 tentang peralihan hak atas tanah dan bangunan . kelima uu ini diundangkan pada tanggal 2 agustus 2000 dan berlaku sejak 1 januari 2001
  6. UU RI NO 34 tahun 2000 tentangperubahan atas undang-undang  no 18 thn 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Undang-undng ini diundangkan pada tanggal 20 Desember 2000 dan berlaku saat diundangkan.









[1] Lisanul-Arab 9/217-218, al-Mu’jam al-Wasith halaman 602, cetakan al-Maktabah al-Islamiyyah dan Mukhtar ash-Shihah halaman 182.
[2] Lihat Lisanul-Arab 9/217-218 dan 13/160 cetakan Dar Ihya at-Turats al-Arabi, Shahih Muslim dengan syarah-nya oleh Imam Nawawi 11/202, dan Nailul-Authar 4/559 cetakan Darul Kitab al-Arabi.
[3] al-Mughni 4/186-203.
[4] Dinukil definisi pajak ini dari buku “Nasehat Bijak ‘Tuk Para Pemungut Pajak” oleh Ibnu Saini bin Muhammad bin Musa, dan sebagai amanah ilmiah kami katakan bahwa tulisan ini banyak mengambil faedah dari buku tersebut.

[5] Al Qur’anul kariim

[6] Al Qur’anul kariim
[7] Dr. Euis Amalia M, Ag, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari masa klasik hingga kontemporer. Cetakan kedua, hal 76.
[8] Dr. Euis Amalia M, Ag, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari masa klasik hingga kontemporer. Cetakan kedua, hal 145.

[9] Dr. Euis Amalia M, Ag, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari masa klasik hingga kontemporer. Cetakan kedua, hal 130.